Pematangsiantar. Dalam upaya menelusuri jejak toleransi di Pematang Siantar, KN-LWF Indonesia bekerja sama dengan Inclusive Citizenship and Human Rights (ICHR) mengadakan kegiatan Interfaith Film Festival & Talk Show di Aula Universitas Simalungun Indonesia (USI), Selasa 03 Juni 2025. Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari Religious Diversity and Dialogue Module Course.


Kegiatan ini menampilkan tiga film dokumenter yang mengisahkan praktik nyata toleransi antarumat beragama di berbagai wilayah Indonesia. Pemutaran film dilanjutkan dengan diskusi mendalam untuk merefleksikan relevansi kisah-kisah tersebut dengan konteks lokal Pematang Siantar. Dipilihnya media film sebagai sarana penyampaian pesan toleransi umat beragama dinilai efektif, karena kemampuannya menyajikan kompleksitas toleransi dalam format yang mudah dicerna, khususnya oleh generasi muda.
Dalam diskusi yang berlangsung, Dr. Erbin Chandra, salah satu panelis, menekankan: “Perbedaan adalah keniscayaan. Semua agama mengarah pada kebahagiaan, meski dengan ‘kendaraan’ yang berbeda.”Lebih lanjut, Dr. Hanna Aritonang dari IAKN Tarutung, juga mengajak peserta belajar dari praktik toleransi dari wilayah yang menjadi studi kasus dalam film dokumenter.
“Keberagaman adalah realita yang membutuhkan tanggung jawab kolektif.” Ujar Dr Hanna Aritonang
Sementara Dosen Sosiologi Agama FIS UIN Sumut, Dr. Rholand Muary mengatakan Interfaith Film Festival & Talk Show hadir sebagai respons terhadap kebutuhan akan ruang dialog yang kreatif dan efektif. Kegiatan ini memanfaatkan kekuatan film sebagai medium yang mampu menyampaikan pesan kompleks tentang toleransi dengan cara yang mudah dicerna dan menyentuh emosi.
“ Kota Pematang Siantar menawarkan contoh nyata tentang bagaimana keragaman dapat dikelola dengan baik. Sebagai kota peringkat ke-5 paling toleran di Indonesia,” ujar Rholand Muary
Rholand menambahkan masyarakat Pematangsiantar menjalankan filosofi hidup “Sapangambei Manoktok Hitei” artinya semangat gotong royong untuk mencapai kebaikan bersama. Di sini, rumah ibadah berbagai agama berdiri berdampingan, dan perbedaan menjadi modal sosial, bukan sumber konflik.
Evaena Sumbayak mewakili KNLWF Indonesia mengatakan kegiatan in dipadukan dengan diskusi interaktif, acara ini dirancang memberikan perspektif baru tentang kehidupan antar umat beragama selain itu mengurai bias dan prasangka melalui cerita-cerita manusiawi • Menyediakan alat praktis untuk membangun komunikasi lintas iman Program ini merupakan bagian dari inisiatif ICHR-KNLWF Indonesia dalam mengembangkan pendekatan pendidikan yang relevan bagi generasi muda.
Dengan menggabungkan metode pembelajaran visual dan diskusi partisipatif, kegiatan ini bertujuan menciptakan pengalaman belajar yang meninggalkan kesan mendalam sekaligus memberikan bekal konkret untuk kehidupan seharihari. “ Pilihan Pematang Siantar sebagai lokasi bukan tanpa alasan. Kota ini menjadi living laboratory yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai toleransi bisa diwujudkan dalam praktik nyata. Melalui acara ini, kami berharap dapat memicu percakapan yang produktif sekaligus memperkuat jaringan antar komunitas yang peduli pada penguatan toleransi di Indonesia, “ ujar Eva.
Acara ditutup dengan komitmen bersama untuk menjadikan toleransi sebagai aksi, bukan sekadar narasi. “Titik temu dalam perbedaan adalah modal sosial kita,” tutup salah satu peserta, menegaskan semangat kolaborasi antarumat beragama.(Ist/RM)
https://www.instagram.com/p/DKedL3BSmBf/?img_index=4