
Surat Edaran Test Urin

Oleh Ahmed Fernanda Desky, M.Si.
INDONESIA memiliki keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan agama yang cukup besar di dunia. Bahkan, Indonesia telah diwarisi berbagai jenis agama leluhur oleh nenek moyang kita. Kuatnya pedoman hidup rakyat Indonesia dalam menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan demi menjaga kedaulatan.
Jiwa nasionalisme juga tidak terlepas dari ideologi bangsa ini dalam memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan norma-norma yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berbagai hambatan, tantangan, dan rintangan telah dilewati negara ini demi memajukan kesejahteraan bangsa yang adil dan makmur.
Penganut agama leluhur adalah kelompok warga negara yang “agama atau kepercayaannya” dimaknai, dipahami dan diperlakukan secara berbeda dari waktu ke waktu. Agama mereka diklaim animis (primitif), sehingga perlu dimodernkan. Agama leluhur diperlakukan sebagai “budaya” yang di satu sisi perlu dikembangkan. Namun, pada masa tertentu, agama leluhur dibiarkan berkembang, dan bahkan dianggap setara dengan agama.
Peran negara saat ini adalah menjaga dan melestarikan keberagaman masyarakat beragama minoritas di Indonesia. Oleh sebab itu negara wajib melindungi, menganyomi, dan memberikan hak-hak mendasar kepada masyarakat agama leluhur ini. Negara menjaga toleransi keberagaman agama secara konstitusi. Hal ini dapat dilihat dari bentuk perhatian negara dalam menjaga kelestarian agama leluhur di Indonesia yaitu di bidang administrasi dan perlindungan hukum.
Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 61 ayat (1) menyebutkan KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.
Pada ayat (2) menyebutkan bahwa Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
Pada pasal 64 ayat (2) juga menjelaskan bahwa keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
Saat ini masyarakat yang beragama leluhur juga sudah mulai diberikan haknya dalam berkesempatan berpartisipasi untuk negara. Misalnya dalam mendapatkan pekerjaan, melakukan sumpah jabatan pekerjaan sesuai agama leluhurnya, kegiatan sosial, ikut berpolitik, merayakan upacara kegamaan,mendapatkan bantuan pemerintah, mendapatkan pendidikan, perkawinan, hak ekonomi, dan kegiatan sosial kebudayaan lainnya.
Keberagaman Agama di Indonesia
Menurut Geertz, agama adalah sebuah sistem simbol-simbol yang berlaku untuk, menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi lalu membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualisasi, sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khas dan realistis. Agama juga merupakan bagian dari refleksi diri manusia dalam aspek spiritual dan akal pikiran yang meyakini adanya maha pencipta sumber kehidupan di muka bumi.
Masyarakat Indonesia meyakini adanya tuhan yang hidup berdampingan dengan alam sekitar, sehingga menghargai segala isinya sebagai wujud nyata bahwa dalam menjalani hidup perlu adanya pedoman dan paradigma berpikir, baik secara materil maupun immaterial, sehingga dalam mengaplikasikan proses beragama dalam kehidupannya, masyarakat berhak memilih keyakinan atau kepercayaan tersebut sesuai dengan tradisi nenek moyang yang mereka pilih secara rasional.
Perjalanan masyarakat beragama khususnya pada masyarakat lintas iman, mereka belajar dari ajaran agamanya masing-masing bahwa pentingnya mengetahui indahnya keberagaman dan hidup berdampingan dengan cara mempunyai sikap toleransi beragama, sehingga menciptakan integrasi secara nasional dalam suatu bangsa yang aman, nyaman dan damai.
Literasi keberagaman sudah seharusnya tidak hanya diimplementasikan atas keanekaragaman jenis suku, bahasa, ras, etnis dan agama secara garis besar saja. Literasi keberagaman khususnya dalam konteks ini yaitu keberadaan agama leluhur dari Sabang sampai Merauke yang seharusnya diketahui seluruh bangsa ini. Termasuk beberapa agama leluhur yang perlu kita ketahui juga ada di Sumatera Utara, yaitu Galih Puji Rahayu (Gapura),Golongan Si Raja Batak Parbaringin Malim Marsada (Parapat), Parmalim Bale Pasogit Huta Halasan (Tobasa), Parmalim Huta Tinggi, Pambhi (Dolok sanggul), Parmalim (Barus),Parmalim Golongan Siraja Batak (Porsea), Parmalim Sijumakkon Uras (Meranti-Tobasa), Persatuan Wargo Rahayu Selamet (PWRS), Perhimpunan Parbaringin Sisingamangaraja (Kisaran-Asahan), Ugamo Bangso Batak (Medan/Samosir).
Agama leluhur ini bisa dijadikan sebagai kekayaan keberagaman agama di Indonesia. Meskipun secara nasional agamatersebut tidak terlihat sebagai agama besar di Indonesia, tapi sangat berharga untuk dijadikan sebagai warisan Indonesia.
Salah satu kontribusi agama leluhur dalam menjaga kelestarianalam di bumi pertiwi sangat berpengaruh pada sektor parawisata. Beberapa aktifitas keagamaan mereka dalam beribadah maupun kegiatan ritual lainnya, seperti upacara adat pernikahan, upacara pemakaman, upacara menyambut masa bertani, upacara panen raya dan aktivitas keagamaan leluhur lainnya juga dapat dijadikan sebagai ciri khas yang sakral yang dapat mengundang daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Dengan menjaga keberagaman agama tersebut, maka dapat menunjukkan kekuatan negara kita kepada negara lain akan sikap toleransi bangsa ini mampu hidup berdampingan secara harmonis di tengah-tengah perbedaan.
Mengidentifikasi Literasi Agama Leluhur
Identitas sosial juga merupakan bagian dari konsep diri seseorang yang didasarkan pada identifikasinya dengan sebuah bangsa kelompok etnis, gender atau afiliasi sosial lainnya, identitas sosial sangat penting karena mereka memberi kita perasaan bahwa kita memiliki tempat dan kedudukan dalam dunia.
Tanpa identitas sosial, kebanyakkan dari kita akan merasa seperti kelereng yang mengelinding bebas dan tanpa saling terkait antara satu dengan yang lain dalam semesta (Wade, Carole dan Tavris, 2016:310). Analisis Jenkins (2008:112) tentang identitas sosial menunjukkan bahwa kategorisasi sosial menghasilkan identitas sosial dan menghasilkan perbandingan sosial, yang dapat saja berakibat positif atau negatif terhadap evaluasi diri.
Dalam kajian ilmu sosial, perlu adanya identitas diri dalam menunjukkan keberadaan, kekuasaan, dan simbol komunitas mereka di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas sosial didendefinisikan atas dua kata, yaitu identitas dan sosial.
Identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang “jati diri”, sedangkan “sosial” didefinisikan sebagai yang “berkenaan dengan masyarakat”. Dengan demikian, identitas sosial didefenisikan sebagai ciri atau keadaan sekelompok masyarakat tertentu. Identitas juga menunjukkan cara-cara dimana individu dan kelompok sosial dibedakan dalam hubungan dengan individu dan kelompok sosial lainnya.
Fungsi identitas sosial seseorang atau kelompok sosial adalah untuk membantu menemukan jati diri dan rasa percaya diri yang lebih tinggi, efektif, efisien, dan dialektif. Dialektif yang dimaksudkan dalah menyangkut dialog atau pembahasan penemuan jati diri identitas sosial, sehingga identitas sosial juga dapat membantu seseorang untuk mengenali dirinya darimana ia berasal melalui cara berpikir dan bertindak.
Negara sudah serius menjaga dan melestarikan kebudayaan agama lokal yang ada di Indonesia baik dari peraturan secara kontstitusi maupun pengambilan peran dalam memajukan bangsa negara ini. Akan tetapi, dari segi pendataan statistik ternyata keberadaan penganut agama leluhur masih simpang siur yang disebabkan karena minimnya data yang konkrit dari setiap penganut agama leluhur tersebut, sehingga negara dan warga negara bersama-sama perlu mendata jumlah penduduk penganut agama leluhur di seluruh Indonesia, baik dari tingkat Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke tingkat pusat secara yang konkrit agar masyarakat Indonesia dapat mengetahuinya.
Literasikeberadaan agama leluhur di Indonesia masih minim, sehingga perlu dilakukannya identifikasi secara mendalam tentang keberadaan mereka. Ini merupakan babak baru bangsa ini untuk melengkapi kekayaan keberagaman agama leluhur secara nyata dan terdata. Apalaginegara memiliki lembaga tersendiri dalam mendata penduduk di Indonesia yaitu Badan Pusat Statistik (BPS).
Tidak dapat dipungkiri, untuk mengakses data jumlah penduduk berdasarkan agama besar yang diakui negara memang sudah ada.Sudah saatnya pada poin “penganut aliran kepercayaan” atau “agama lainnya” dalam hal administrasi di beberapa jenis agama leluhur harus disebutkan secara spesifikterdatamengenai indikator maupun kuantitasagamanya dari sumber literasi tersebut secara manual maupun digital.
Momen melek literasi sangat tepat dalam menggalakkan gerakan literasi digital yang nantinya masyarakat Indonesia dengan mudah mengakses data informasi secara statistik tentang keberadaan agama leluhur sehingga dapat menambah wawasan dibidang sosial, kebudayaan maupun dilingkungan akademisi.
Penulis Merupakan Dosen Tetap Prodi Sosiologi Agama UIN Sumatera Utara Konstrasi Dibidang Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan
Link Publikasi:
https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2022/01/26/149852/literasi_identitas_agama_leluhur/
HMJ Prodi Sosiologi Agama bersama Fakultas Ilmu Sosial UINSU Medan menggelar diskusi publik yang dihadiri oleh akademisi, praktisi dan mahasiswa Bertajuk Kenaikan Harga BBM: Bela Negara atau Bela Rakyat? diskusi digelar di Auditorium FIS UINSU Kampus IV Tuntungan.
Diskusi ini diawali oleh sambutan dari Dekan FIS UINSU Prof Dr Abdurrahman, M.Pd .”Diskusi ini bagian dari langkah pencerdasan bagi kita semua. Salah satu ciri orang cerdas adalah tidak mengklaim sebelum mendiskusikan suatu hal,” ucapnya.
Adapun narasumber diskusi publik kali ini yaitu Anggota Komisi XI DPR RI Kamrusammad (secara daring), Faisal Mahrawa dari Ilmu Politik USU, Ketua KNPI Sumut Samsir Pohan, Dosen Prodi Sosiologi Agama FIS UINSU Rholand Muary, Suhaimi Umar Harahap mahasiswa Prodi Sosiologi Agama FIS UINSU yang dimoderatori oleh Uswatun Hasanah Harahap, MA dari FIS UINSU.
Prodi Sosiologi Agama FIS UINSU senantiasa terbuka untuk memberikan kebebasan berekspresi tidak hanya bagi pengurus HMJ atau mahasiswa Prodi Sosiologi Agama saja, tapi bagi mahasiswa FIS UINSU untuk membuat berbagai kegiatan untuk menumbuhkan kapasitas dan kompetensi diri dibidangnya. Dengan terbukanya ruang diskusi di dunia akademik bagi mahasiswa, diharapkan mampu meningkatkan wawasan berfikir serta peka terhadap fenomena sosial yang terjadi baik dalam konteks fenomena sosial keberagamaan maupun dalam kajian strategis di bidang lainnya.
Prodi Sosiologi Agama Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara menyelenggarakan pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di SMA Negeri Tanjung Tiram Batubara, Sabtu (25/6). Dalam kegiatan itu, tema yang diusung adalah moderasi beragama untuk keharmonisan Masyarakat.
Pilihan terhadap tema ini merespon wacana yang tidak produktif dan bermuatan konflik. Oleh karena itu untuk mengkounter wacana tersebut penting mengembangkan wacana moderasi beragama untuk menjaga stabilitas, harmoni, dan kohesi sosial.
Salah satu penyuluh, Muhammad Irfan, mengatakan penting bagi generasi muda untuk mengembangkan wawasan moderasi beragama.”Ini agar tidak terjerumus pada sikap ekstrem dan bahkan anti pemerintah,” katanya.
Purjatian Azhar selaku pembicara lainnya menyarankan agar generasi muda mengembangkan sikap toleransi dan dan tenggang rasa.”Tidak mudah terprovokasi dan emosional,” ucapnya.Agenda PKM ini terselenggara berkat kerjasama prodi SA FIS UIN Sumatera Utara dengan SMA Negeri 1 Tanjungtiram Batubara.Kepala Sekolah, Muhammad Kamil, mengatakan terima kasih kepada Prodi SA FIS UIN SU yang telah memilih sekolahnya sebagai tempat pengabdian. “Kegiatan ini sangat berguna bagi siswa kami di sini,” ujarnya.
Kaprodi SA, Sakti Ritonga, mengatakan sengaja memilih sekolah ini karena masuk dalam area kajian prodi yaitu Sosiologi maritim.”Ini juga target kemitraan kami dalam mengembangkan pemberdayaan masyarakat pesisir di Sumatera Utara,” tambahnya.
Pengelola program studi Sosiologi Agama menyambut mahasiswa baru dalam kegiatan Pengenalan Budaya Akademik Kampus tanggal 30-31 Agustus 2022 di UIN Sumatera Utara Kampus IV Tuntungan. Dalam sambutannya, Dr. Sakti Ritonga, sebagai Kepala Programram Studi Sosiologi Agama, mengucapkan selamat datang kepada mahasiswa baru dan selamat menikmati proses belajar di sini. Fasilitas yang canggih, perpustakaan yang modern, dan tenaga pengajar yang memiliki kualifikasi sangat baik alumni dalam dan luar negeri, kami sediakan untuk mendukung proses perkembangan belajar mahasiswa. “Kami melayani kebutuhan belajar teman-teman selama di sini, dan kami berharap teman-teman semua betah dan mengalami perubahan belajar yang signifikan selama berada di sini” demikian tegasnya.
Kehadiran Kaprodi menyambut mahasiswa baru ini didampingi oleh sekretaris Prodi dan sejumlah staf pengajar di lingkungan Prodi. Medan, 31/08/2022
Adanya Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial UIN-SU diyakini mendorong semangat ilmiah seluruh mahasiswa. selain mempermudah mencari referensi dalam menuliskan tugas perkuliahan, juga menjadi tempat diskusi antar mahasiswa yang ada di Fakultas Ilmu Sosial . Karna Daftar buku yang ada di perpustakaan tersebut sesuai dengan kebutuhan empat Prodi yang ada di Fakultas ilmu Sosial, Yaitu. Prodi Ilmu Perpustakaan, Ilmu Koimunikasi, Sejarah Peradaban Islam dan Prodi Sosiologi Agama
silahkan klik di bawah ini
Medan . Dalam mengisi kegiatan belajar dari rumah, Mahasiswa Sosiologi Agama Semester VI Eva Indriani berhasil membuat tulisan opini yang diterbitkan di dua media cetak dan online terkemuka di Sumatera Utara yakni Medanbisnis,com dan harian Analisa. Pada media online MedanBisnis,com , yang terbit pada Jumat 10 April 2020, Eva menuliskan opini dengan judul ” Simalakama Belajar Online
“http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/online/read/2020/04/10/105295/simalakama_belajar_online/#.XpBGgaeUeDc.whatsapp yang merupakan pemikiran dia selama belajar dari rumah di tengah tengah wabah Covid 19. Sementara pada harian Analisa, pada hari Selasa 21 April 2020 dengan judul ” Perempuan dan Perjuangan Kesetaraan Gender”.
Eva mengatakan dengan dimuatnya dua tulisan ini, menambah semangatnya untuk terus menuangkan pemikirannya ke media cetak maupun online. Dimuatnya dua tulisan Eva ini mendapatkan apresiasi dari Ketua Prodi Sosiologi Agama, Dr. Irwansyah dan Sekretaris Prodi, Faisal Riza MA serta dosen dosen Sosiologi Agama FIS UIN Sumut lainnya..
Oleh Ahmed Fernanda Desky, M.Si.
ISTILAH gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif mengandung pengertian sebagai cara hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola-pola respons terhadap hidup serta terutama perlengkapan kehidupan manusia. Gaya hidup juga bukan sesuatu yang alamiah, melainkan hal yang ditemukan, diadopsi, diciptakan, dikembangkan dan digunakan untuk menampilkan tindakan agar mencapai tujuan tertentu. Agar dapat menguasai gaya hidup, maka berbagai cara harus diketahui, digunakan dan dibiasakan.
Pembahasan kali ini sebenarnya suatu hal yang dianggap biasa tapi tanpa kita sadari dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam melihat aktifitas sosial sehari-hari. Katakanlah ini merupakan bagian dari kebutuhan primer masyarakat yang menjadi salah satu gaya hidup di bidang fashion bagi setiap elemen masyarakat.
Fashion yang kita bahas kali ini adalah celana ketat. Fenomena celana ketat memang sudah menjadi gaya hidup manusia di berbagai belahan dunia. Mulai dari balita, anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa juga menggunakan celana ketat sebagai kebutuhan sandangnya sehari-hari. Ada banyak sekali jenis celana ketat, misalnya jeans, legging, skinny, jogger, dan lain sebagainya.
Di tengah fenomena yang terjadi saat ini, banyak dampak yang cukup signifikan mengancam kehidupan manusia, baik dari aspek kesehatan maupun lingkungan sosial. Dilihat dari aspek kesehatan, ada berbagai macam penyakit yang berdampak pada penggunaan celana ketat secara berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Misalnya gangguan alat reproduksi, gangguan pencernaan, sindrom celana ketat (istilah medisnya meralgia paresthetica) dan lain-lain.
Kalau dilihat dalam aspek lingkungan sosial, dampaknya yaitu menimbulkan nilai dan norma baru di setiap arena sosial. Misalnya moralitas masyarakat dalam menggunakan celana ketat dianggap dapat melanggar aturan seperti mempertontonkan aurat secara intim yang mengundang syahwat lawan jenis, sehingga menimbulkan tindakan kriminal seperti tindakan pelecehan seksual, porno aksi, dan lain-lain. Untuk mencegah kejahatan tersebut, beberapa peraturan dibuat dengan melakukan berbagai konsensus antara masyarakat dengan pemerintah setempat.
Masyarakat Postmodern
Dalam era postmodern saat ini, fashion digunakan sebagai penanda identitas sosial. Masyarakat kapitalisme lanjut menampakkan rasio instrumental sebagai penyeragaman dan pembedaan kesadaran manusia dengan menciptakan kebutuhan yang sama sekali tidak menjadi prioritas. Rasio instrumental tersebut berkembang menjadi suatu ideologi baru di pikiran masyarakat yaitu bagaimana memproduksi berbagai jenis model celana ketat sebanyak-banyaknya dan menciptakan kebutuhan yang semu.
Baudrillard menyatakan masyarakat dalam kapitalisme lanjut yang disebut sebagai nilai-guna dan nilai-tukar telah dikalahkan oleh sebuah nilai baru, yakni nilai-tanda dan nilai-simbol, yang lahir bersamaan dengan meningkatnya taraf ekonomi masyarakat. Menurutnya, fashion adalah satu tahapan akhir dari bentuk komoditas. Dunia fashion juga merupakan permainan simbol-simbol yang pada akhirnya menghilangkan rujukan pada dunia nyata, bahkan tidak menggiring kemanapun. Fashion yang digunakan khususnya celana ketat adalah proses perubahan sosial yang ada di kehidupan masyarakat.
Maka dari itu, perhatian utama masyarakat kapitalisme lanjut lebih ditujukan pada simbol, citra, dan sistem tanda, bukan lagi pada harga manfaat komoditi, sehingga masyarakat lebih mementingkan makna simbolik dibandingkan manfaat atau harganya. Berbagai jenis dan bahan dasar celana ketat nampaknya memiliki banyak variasi sehingga semua kalangan masyarakat mampu untuk membelinya. Manifestasi kapitalis menciptakan model dan kualitas yang berbeda tetapi menunjukkan identitas sosial yang sama dalam menggunakannya.
Dapat kita lihat dari beberapa realitas kehidupan masyarakat ternyata penggunaan celana ketat merupakan kebiasaan dan hasrat manusia yang menjadi komunitas gaya hidupnya sehari-hari. Pada dasarnya celana ketat juga menunjukkan setiap kebiasaan seseorang dapat diekspresikan melalui gaya hidup yang konsumeristik. Dalam masyarakat konsumtif, fashion celana ketat merupakan bagaian dari sistem pemaknaan yang tidak lagi diatur oleh faktor hasrat untuk mendapat kenikmatan saja, melainkan untuk mendapatkan pengakuan status sosial, prestise, dan identitas sosial.
Misalnya celana kuncup anak punk. Mereka menggunakan fashion seperti itu karena memiliki suatu keyakinan dan juga kiblat yang mereka yakini adalah sebuah kemandirian dan kejantanan. Mereka menganggap celana seperti itu adalah salah satu cara untuk menunjukkan jati diri mereka sebenarnya sebagai kaum termarjinalkan mampu hidup mandiri.
Gaya berpakaian anak punk ternyata memiliki nilai histroris tersendiri. Sebelum anak punk KW (punk tiruan) muncul, masyarakat awam menganggap bahwa beberapa komunitas anak punk itu adalah anak-anak dari kalangan orang kaya yang telah menjadi korban broken home dengan ciri khas rambut mohawk, menggunakan berbagai pernak pernik gelang, rantai, anting-anting, pakaian yang serba ketat termasuk celana super ketat menganggap bahwa fashion yang mereka gunakan adalah sebagai salah satu identitas atau bentuk dari komunitas mereka. Tapi pada kenyataannya sekarang ada juga komunitas anak punk yang memiliki pergaulan bebas, sering meminta-minta (di depan SPBU, mini market, atau jalan raya), mempunyai komunitas “vespa gembel”, pengamen jalanan dan lain sebagainya. Akan tetapi seiring perubahan zamannya, komunitas anak punk dengan celana ketatnya menganggap sebagai sebuah trend bagi mereka.
Selain itu, dapat dilihat penggunaan celana ketat wanita yang biasanya digunakan untuk berolahraga digunakan sebagai fashion yang cukup populer saat ini dianggap suatu hal yang positif dan patut ditiru sebagai bagian dari identitas sosial yang baru. Misalnya saja penggunaan legging yang dikombinasikan dengan pakaian Muslim wanita dianggap trend fashion masa kini. Hal ini menimbulkan pemikiran-pemikiran negatif bagi orang Muslim dan non muslim. Perubahan sosial perempuan Muslim modernis yang menciptakan hasrat masyarakat dalam berbusana Muslim dianggap positif yang menganggap selagi tidak menampakkan aurat secara gamblang itu merupakan suatu hal yang wajar.
Padahal dalam ajaran agama, perempuan Muslim yang menunjukkan lekuk tubuh saja sudah dianggap mempertontonkan auratnya kepada orang yang bukan mahramnya. Kalau kita amati lagi, kombinasi pakaian dan celana ketat untuk perempuan Muslim sekarang juga tidak memiliki nilai dan moralitas.
Analogi selanjutnya group band The Cangcuters merupakan salah satu group band yang memiliki kekompakan berbusana dan berpenampilan di setiap aksi penggung mereka. Band ini memiliki selera fashion yang unik dan bertema style tahun 70-an, ini yang membuat mereka terlihat berbeda dengan band yang lain.
The Cangcuters mampu menarik perhatian masyarakat dengan lagu-lagu mereka yang bergenre rockn roll, tidak hanya itu fashion mereka pun menjadi warna sendiri yang membuat mereka menjadi menarik dimata masyarakat. Trend fashion mereka kini juga banyak diikuti oleh para fans mereka dari gaya rambut maupun celana ketat dan baju unik yang biasa The Cangcuters gunakan.
Trend yang dibangun mereka ternyata menimbulkan pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan sosial. Mereka sebagai transeter dalam memiliki tujuan untuk membangun sebuah kebiasaan masyarakat sehari-hari dalam menggunakan fashion.
Fashion tersebut awalnya ditolak oleh masyarakat awam yang dianggap aneh dan tidak nyaman dilihat apalagi ditiru. Namun, ketika aktor memakai fashion tersebut secara terus menerus dengan kombinasi musik, sehingga menjadi sebuah ikon atau ciri khas tersendiri dalam dunia hiburan.
Dari analogi tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan celana ketat juga bisa dikatakan sebagai penanda. Dengan menciptakan sebuah kode tertentu, di sini pula artinya celana ketat diciptakan bukan berdasarkan determinasinya melainkan dari model celana ketat itu sendiri.
Setiap individu memiliki penilaian yang dianggap cocok dan memiliki rasa nyaman dan aman dalam menentukan fashionnya. Dalam dunia fashion, celana ketat digunakan sebagai bagian dari gaya hidup yang mempunyai model dan bentuk yang khas sesuai dengan selera dan hasrat manusia.
Celana ketat yang kita gunakan sehari-hari adalah bagian dari proses perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Celana ketat hadir karena memiliki arena sosial yang mendukung keberadaannya yang membuat masyarakat tidak canggung untuk menggunakannya.
Celana ketat telah memiliki transeter yang dianggap patut ditiru karena dianggap sebuah model gaya hidup zaman sekarang. Hal ini juga di dorong dari hasrat masyarakat yang semakin lama semakin ingin tampil lebih beda dalam berbusana meskipun ada sebagian masyarakat menganggap biasa saja dan ada yang menganggap luar biasa tergantung masyarakat menempatkan di ranah sosial yang tepat. Dengan demikian, ketika kita melihat seseorang dengan fashion penggunaan celana ketatnya, maka kita akan mempunyai penilaian tersendiri terhadap orang tersebut.
Penulis Merupakan Dosen Tetap Prodi Sosiologi Agama UIN Sumatera Utara Konstrasi Dibidang Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan
Link Publikasi:
https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2021/07/18/139367/trend_celana_ketat_dan_arena_sosialnya/