Dukung Pendidikan Inklusif, Dosen SA Jadi Tim Penilai Sekolah Ramah Anak (SRA) 2025

Medan. Dosen Program Studi Sosiologi Agama FIS UIN Sumut diamanahkan sebagai penilai dalam Tim Sekolah Ramah Anak (SRA) di wilayah Kota Medan. Penilaian sekolah-sekolah di Kota Medan ini sangat penting guna mewujudkan Kota Medan sebagai kota inklusif terutama ramah anak. Adapun dosen Sosiologi Agama antara lain, Dr. Muhammad Jailani, MA, Dr Sakti Ritonga, M.Pd,  Ahmed Fernanda Desky, M.Si, dan Purjatian Azhar, M.Hum

Kegiatan penilaian sekolah ramah anak ini dimulai dengan assesment dokumen yang sudah dikirimkan kepada tim penilai , kemudian dilakukan kunjungan ke lapangan khususnya memastikan langsung datang ke sekolah yang sudah dilakukan sejak bulan Agustus hingga September 2025. Kegiatan penilaian ini melibatkan unsur lintas sektorlah, mulai dari pemerintah, akademisi hingga organisasi masyarakat sipil yang tujuannya memastikan satuan pendidikan khususnya sekolah di Kota Medan mampu menciptakan ekosistem belajar yang aman nyaman , inklusif yang melindungi hak hak peserta didik anak.

Ketua Program Studi Sosiologi, Neila Susanti, M.Si mengapresiasi kegiatan dosen Sosiologi Agama yang terlibat dalam tim penilai SRA Kota Medan tahun 2025, menurutnya kegiatan tersebut merupakan bagian komitmen dari kampus dalam melakukan pengabdian masyarakat khususnya memberikan rekomendasi dalam upaya mewujudkan sekolah ramah anak di Kota Medan

Prodi Sosiologi Agama FIS UIN Sumut Sukseskan Lokakarya Nasional APSSI

Jakarta. Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara turut mensukseskan kegiatan Lokakarya Nasional Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia (APSSI) yang diselenggarakan di Jakarta dengan host Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tanggal 29 September 2025-1 Oktober 2025 di aula Latief Hendraningrat kampus UNJ.

Ketua pelaksana lokakarya Nasional APSSI yang juga Koordinator Program Studi Sosiologi Agama, Dr Rusfadia Saktiyanti Jahja menyampaikan bahwa kegiatan ini dihadiri 139 peserta dari beragam program studi Sosiologi di Indonesia dari perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.

“ Semoga pertemuan ini dapat menjadi wadah menjalin kerja sama antar universitas, “ ujar Rusfadia Saktiyanti Jahja

Semntara itu, Ketua umum APSSI, Dr Harmona Daulay dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada Rektor UNJ dan Program Studi Sosiologi FISH UNJ atas dukungan dan penyelenggaraan . Ia juga menyampaikan bahwa tahun depan APSSI akan melaksanakan kongres, yang salah satu agendanya memilih pengurus yang baru pada tahun yang akan datang.

“ Saat ini kita berada di kepengurusan keempat, dan tahun depan akan dilaksanakan kongres untuk memilik pengurus yang baru, “ ujar Dr Harmona yang juga Wakil Dekan bidang kemahasiswaan di FISIP USU.

Ketua Program Studi Sosiologi Agama, Neila Susanti dan Sekretaris Prodi Rholand Muary mengapresiasi kegiatan ini, sebab ada banyak pengetahuan yang bisa disusun bersama terutama berkaitan dengan merancang kurikulum Sosiologi, memperoleh akreditasi unggul dari LAMSPAK serta membangun jaringan jurnal Sosiologi.

Adpaun kegiatan pada hari pertama ditutup dengan sesi panel yang menghadirkan Rektor UNJ, Prof Komarudin sebagai pembicara dengan materi “ Merancang Kurikulum Sosiologi Berdampak : Sinkronisasi Strategi Kolaboratif Inovatif Dosen-Guru untuk Akreditasi Unggul “, dilanjutkan sesi ke dua, oleh Tyas Retno Wulan dengan tema “ LAMSPAK danb Guru Praktis” dan ditutup dengan sosilisasi rekomendasi profil lulusan Sosiologi S1, S2 dan S3 oleh Ketua Umum APSSI Dr Harmona Daulay.

Pada hari kedua, kegiatan dilanjutkan dengan materi “ Workshop Jaringan Jurnal Sosiologi” yang disampaikan oleh Prof Argyo Demartoto, kemudian materi “ Workshop Laboratorium Sosiologi” oleh A.B Widyanta. Pada hari ketiga, dilanjutkan dengan menyusun rekomendasi dari jaringan prodi Sosiologi Indonesia dan rapat pleno. (RM)

Dosen Sosiologi Agama UIN Sumatera Utara Menjadi Pembicara Dalam Kegiatan Pembinaan Keluarga Kristen (GKPS)

Panai Tongah, 30 September 2025 – Dalam acara Pembinaan Keluarga Kristen bagi warga jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) di Panai Tongah, Purjatian Azhar, M.Hum, Dosen Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, di daulat menjadi narasumber  dan menyampaikan materi bertajuk “Merajut Persaudaraan Antar Iman dalam Bingkai Kebhinekaan”. Acara ini bertujuan memperkuat hubungan keluarga yang sholeh secara sosial dan harmonis melalui pemahaman terhadap keberagaman.

Purja menegaskan pentingnya memahami perbedaan sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Mengutip Q.S. Al Hujurat: 13, ia menyampaikan bahwa Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal, dengan keimanan sebagai ukuran kemuliaan. Ia juga merujuk Q.S. Yunus: 99, yang menegaskan bahwa keimanan tidak dapat dipaksakan, sehingga sikap saling menghormati menjadi kunci harmoni sosial.

Purja menekankan bahwa saling menghargai antar pemeluk agama adalah fondasi utama dalam membangun masyarakat yang harmonis. Sikap ini mencakup pengakuan terhadap hak setiap individu untuk memeluk agama dan keyakinannya tanpa diskriminasi atau tekanan. Dengan saling menghargai, umat beragama dapat menciptakan ruang dialog yang produktif, mencegah konflik, dan memperkuat persaudaraan. Ia mencontohkan bahwa menghargai perbedaan bukan berarti menyetujui semua pandangan, melainkan memberikan ruang untuk hidup berdampingan dengan damai, sesuai dengan prinsip agree in disagreement (setuju dalam ketidaksetujuan).

Dalam presentasinya, Purja menyoroti warisan kolonial yang cenderung menyeragamkan perbedaan, padahal perbedaan seharusnya dilihat sebagai kekuatan, bukan ancaman. Mengutip Gus Dur, “Yang sama jangan dibeda-bedakan, yang beda jangan disama-samakan,” ia mengajak para peserta untuk mengedepankan sikap inklusif, tabayyun (klarifikasi), dan berpegang pada Kitab Suci, Pancasila, dan UUD 1945 sebagai landasan beragama yang moderat. Ia juga menegaskan pentingnya berbaur tanpa melebur dengan identitas lain.

Peran Orang Tua dalam Membentuk Sikap Anak

Purja juga menyoroti tanggung jawab besar orang tua dalam membentuk sikap dan perilaku anak agar memiliki rasa saling menghargai terhadap perbedaan agama, budaya, dan kebiasaan. Di era modern yang penuh dengan informasi dan interaksi lintas budaya, orang tua memiliki peran strategis untuk menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini. Ia menekankan bahwa anak-anak belajar dari teladan orang tua, baik melalui ucapan, sikap, maupun tindakan sehari-hari. Orang tua perlu menciptakan lingkungan keluarga yang mendukung dialog terbuka tentang keberagaman, mengajarkan empati, dan memperkenalkan anak pada nilai-nilai universal seperti kasih sayang, keadilan, dan perdamaian. Dengan demikian, anak akan tumbuh dengan sikap terbuka, menghormati perbedaan, dan mampu hidup harmonis di tengah masyarakat yang beragam.

 merawat toleransi, Purja mengusulkan langkah-langkah praktis, seperti tidak memaksakan keyakinan, menjalin dialog antaragama, fokus pada nilai-nilai universal, serta menjaga sikap, ucapan, dan perbuatan. Ia juga menegaskan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menolak gerakan transnasional yang bertujuan mengganti Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara.

Purja mengingatkan bahaya radikalisme dan terorisme sebagai ancaman terhadap kebhinekaan. Ia menjelaskan bahwa radikalisme, meski tidak selalu identik dengan terorisme, dapat menjadi cikal bakal tindakan kekerasan jika tidak ditangani dengan bijak. Ia juga mengajak para peserta untuk mewaspadai berita hoaks yang dapat memecah belah persatuan. Untuk mengatasi hoaks, ia menyarankan untuk berhati-hati terhadap judul berita provokatif, memverifikasi sumber berita dari media kredibel seperti Kompas.com atau Detik.com, serta memeriksa keaslian foto dan video.

Acara ini juga menggarisbawahi pentingnya kembali pada budaya dan kearifan lokal Nusantara, seperti bahasa daerah, adat istiadat, dan tradisi lokal, sebagai wujud komitmen terhadap kebhinekaan dan identitas ke-Indonesiaan. Dengan semangat “NKRI Harga Mati,” Purja mengajak para peserta untuk meneguhkan patriotisme dalam menjaga kedaulatan bangsa.

Aksi Peduli Lingkungan dan Kuliner Nusantara Mahasiswa SA di KKN Internasional

Thailand. Mahasiswa Program studi Sosiologi Agama FIS UIN Sumut, Tursity Attatwa Idinastika terpilih melalui jalur seleksi ketat untuk mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional  UIN Sumut di Thailand Tahun 2025. Tursity Attatwa Idinastika atau yang biasa disapa Dina merupakan salah satu dari 10 mahasiswa yang mengikuti KKN Internasional Thailand mulai 19 juli 2025 sampai dengan tanggal 9 agustus 2025 di Pattani – Thailand.

Beberapa aksi dalam mengimpelentasikan KKN Internasional mereka yakni, melakukan aksi peduli lingkungan di sepanjang pantai Pattani dengan membersihkan dan mengumpulkan sampah-sampah plastik, botol dan kayu yang berada di sepanjang bibir pantai.

ini bagian dari program kerja kami, bentuk komitmen kepada masyarakat lokal untuk menjaga dan melestarikan lingkungan pantai yang harusnya bersih dan bisa dinikmati sama sama, “ ujar Dina mahasiswa semester tujuh ini.

Dina juga menceritakan, aksi ini juga sekaligus memupuk rasa solidaritas dan kekompakan diantara mahasiswa yang berasal dari beragam prodi yang ada di UIN Sumatera Utara.

Selain itu, juga pada pelaksanaan KKN internasional ini, mahasiswa juga memberikan edukasi dengan program mengajar di sekolah Thamavitya Mulnit School Yala, Thailand berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang signifikan bagi mahasiswa, sekolah, dan masyarakat. Kegiatan utama berupa pengajaran bahasa Arab, bahasa Inggris, ilmu agama, serta literasi digital telah membantu siswa dalam meningkatkan kompetensi akademik dan keterampilan praktis mereka. Selain itu, program tambahan seperti seminar edukasi emosi, peduli lingkungan, serta pengenalan kuliner Indonesia turut memperkaya pengalaman siswa sekaligus mempererat hubungan budaya Indonesia–Thailand.

KKN Internasional ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana akademik, tetapi juga sebagai bentuk diplomasi budaya yang mempererat ukhuwah antarbangsa, ujarnya.

Pada hari terakhir kegiatan, tim KKN internasional mengadakan acara penutupan yang penuh kehangatan. Dalam kesempatan ini, mereka memperkenalkan kuliner khas Indonesia kepada para guru dan siswa. Tiga menu utama yang kami hadirkan adalah misop ayam, klepon, dan es teh serai. Pihak Thamavitya Mulniti School menyambut kegiatan ini dengan antusias. Guru dan siswa tidak hanya menikmati hidangan, tetapi juga bertanya mengenai proses pembuatan dan bahan-bahan yang digunakan. Hal ini membuat tim KKN internasional menjadi bangga karena makanan sederhana dapat menjadi sarana memperkenalkan budaya Indonesia.

Interfaith Film Festival KNLWF, Dosen SA Jadi Panelis

Pematangsiantar. Dalam upaya menelusuri jejak toleransi di Pematang Siantar, KN-LWF Indonesia bekerja sama dengan Inclusive Citizenship and Human Rights (ICHR) mengadakan kegiatan Interfaith Film Festival & Talk Show di Aula Universitas Simalungun Indonesia (USI), Selasa 03 Juni 2025.  Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari Religious Diversity and Dialogue Module Course.

 
Kegiatan ini menampilkan tiga film dokumenter yang mengisahkan praktik nyata toleransi antarumat beragama di berbagai wilayah Indonesia. Pemutaran film dilanjutkan dengan diskusi mendalam untuk merefleksikan relevansi kisah-kisah tersebut dengan konteks lokal Pematang Siantar. Dipilihnya media film sebagai sarana penyampaian pesan toleransi umat beragama dinilai efektif, karena kemampuannya menyajikan kompleksitas toleransi dalam format yang mudah dicerna, khususnya oleh generasi muda.


Dalam diskusi yang berlangsung, Dr. Erbin Chandra, salah satu panelis, menekankan: “Perbedaan adalah keniscayaan. Semua agama mengarah pada kebahagiaan, meski dengan ‘kendaraan’ yang berbeda.”Lebih lanjut, Dr. Hanna Aritonang dari IAKN Tarutung, juga mengajak peserta belajar dari praktik toleransi dari wilayah yang menjadi studi kasus dalam film dokumenter.


Keberagaman adalah realita yang membutuhkan tanggung jawab kolektif.” Ujar Dr Hanna Aritonang

Sementara Dosen Sosiologi Agama FIS UIN Sumut, Dr. Rholand Muary mengatakan Interfaith Film Festival & Talk Show hadir sebagai respons terhadap kebutuhan akan ruang dialog yang kreatif dan efektif. Kegiatan ini memanfaatkan kekuatan film sebagai medium yang mampu menyampaikan pesan kompleks tentang toleransi dengan cara yang mudah dicerna dan menyentuh emosi.

Kota Pematang Siantar menawarkan contoh nyata tentang bagaimana keragaman dapat dikelola dengan baik. Sebagai kota peringkat ke-5 paling toleran di Indonesia,” ujar Rholand Muary

Rholand menambahkan masyarakat Pematangsiantar menjalankan filosofi hidup “Sapangambei Manoktok Hitei”  artinya semangat gotong royong untuk mencapai kebaikan bersama. Di sini, rumah ibadah berbagai agama berdiri berdampingan, dan perbedaan menjadi modal sosial, bukan sumber konflik.

Evaena Sumbayak mewakili KNLWF Indonesia mengatakan kegiatan in dipadukan dengan diskusi interaktif, acara ini dirancang memberikan perspektif baru tentang kehidupan antar umat beragama selain itu mengurai bias dan prasangka melalui cerita-cerita manusiawi • Menyediakan alat praktis untuk membangun komunikasi lintas iman Program ini merupakan bagian dari inisiatif ICHR-KNLWF Indonesia dalam mengembangkan pendekatan pendidikan yang relevan bagi generasi muda.

Dengan menggabungkan metode pembelajaran visual dan diskusi partisipatif, kegiatan ini bertujuan menciptakan pengalaman belajar yang meninggalkan kesan mendalam sekaligus memberikan bekal konkret untuk kehidupan seharihari. “ Pilihan Pematang Siantar sebagai lokasi bukan tanpa alasan. Kota ini menjadi living laboratory yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai toleransi bisa diwujudkan dalam praktik nyata. Melalui acara ini, kami berharap dapat memicu percakapan yang produktif sekaligus memperkuat jaringan antar komunitas yang peduli pada penguatan toleransi di Indonesia, “ ujar Eva.

Acara ditutup dengan komitmen bersama untuk menjadikan toleransi sebagai aksi, bukan sekadar narasi. “Titik temu dalam perbedaan adalah modal sosial kita,” tutup salah satu peserta, menegaskan semangat kolaborasi antarumat beragama.(Ist/RM)

https://www.instagram.com/p/DKedL3BSmBf/?img_index=4

Transformasi Budaya Berperilaku di Ruang Digital: Ahmed Fernanda Desky, M.Si. Hadir sebagai Narasumber Workshop Bertajuk “Masyarakat Virtual dan Masyarakat Madani”

Medan, 24 Mei 2025 – Dosen Prodi Sosiologi Agama FIS UIN Sumatera Utara, Ahmed Fernanda Desky, M.Si, didaulat sebagai salah satu narasumber workshop bertajuk “Masyarakat Virtual dan Masyarakat Madani”. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sosiologi Kota Medan menggandeng Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Sumatera Utara (USU), Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Wilayah Sumut serta Penerbit buku Masmedia Buana Pustaka yang  memperkokoh ruang kolaborasi di kegiatan ini.

Pada sesi workshop, turut hadir dosen tetap Prodi Sosiologi Fisip Universitas Sumatera Utara, Rahman Malik S.Sos., M.Sos, sebagai narasumber yang memberikan refeklesi para guru tentang fenomena masyarakat virtual di kehidupan sehari-hari. Acara yang dimoderatori Ahmad Yasser Effendi, M.A., yang juga merupakan dosen tetap Prodi Sosiologi Agama FIS UIN Sumatera Utara ini juga turut malancarkan jalannya diskusi.

Di tengah semakin kompleksnya perubahan sosial akibat kemajuan teknologi digital, peserta yang mayoritas berprofesi sebagai guru pengampu mata Pelajaran Sosiologi Tingkat SMA/MA kota Medan, Dosen, dan Alumni Sosiologi Fisip USU turut berkumpul untuk berdiskusi dalam melihat fenomena masyarakat di era digital. Kehadiran kedua narasumber ini menjadi warna tersendiri dalam diskusi akademik khusunya dalam mengupas isu-isu kontemporer seputar transformasi masyarakat madani menuju masyarakat virtual akibat kemajuan teknologi informasi dan ruang sosial digital.

Ahmed Fernanda Desky, sebagai penulis buku teks pelajaran Sosiologi dan Antropologi Tingkat SMA/MA yang diterbitkan oleh Masmedia Buana Pustaka, membawakan materi diskusinya tentang “Individualisme di Ruang Digital: Antara Fenomena Teknologi dan Transformasi Budaya Berperilaku Masyarakat Virtual”.  Ia menjelaskan “Pentingnya bagi kita dalam menempatkan istilah masyarakat madani, masyarakat digital dan masyarakat virtual. Kita juga perlu meningkatkan pemahaman kritis tentang paradigma perilaku sosial menurut ahli sosiologi yang sedang populer saat ini dalam mengkaji masyarakat dan teknologi digital. Individu atau dapat disebut sebagai aktor sosial kini sedang tergerus perkembangan teknologi di ruang digital dapat memengaruhi budaya berperilakunya sendiri.”

Dalam sesi diskusinya, ia mendesiminasikan secara singkat beberapa hasil riset seputar masyarakat di ruang digital, berbagi pengalaman dalam menulis buku, dan studi empiris sebagai tenaga pendidik baik di sekolah hingga di perguruan tinggi kepada para peserta.

“Guru harus memanfaatkan platform digital dan literasi digital dalam mengembangkan sistem pembelajarannya kepada siswa. Sebab, untuk membaca buku teks mata pelajaran saat ini pun sudah melibatkan smartphone, laptop ataupun komputer agar kita bisa mengakses referensi tambahan di buku-buku tersebut, ditambah lagi saat memberikan tugas evaluasi diri, tugas pengayaan seperti keterampilan atau berdiferensiasi maupun tugas proyek kepada siswa pun sudah menggunakan platform digital sebagai alat pendukunganya. Oleh karena itu, kreativitas dan inovasi guru dalam mengawasi pemanfaatan teknologi digital juga sangat penting untuk ditingkatkan. Sebab ada nilai kejujuran, adab, norma dan moralitas siswa amat penting untuk diawasi, dicermati dan dievaluasi secara bersama. Kesadaran sosiologis seperti inilah penting untuk ditingkatkan karena ini adalah salah satu kunci untuk membentuk generasi madani di ruang digital” jelas beliau dalam pemaparannya.

“Transformasi budaya masyarakat madani di ruang digital membuat kita paham akan adanya Masyarakat baru di era modern saat ini yaitu Masyarakat virtual. Oleh sebab itu, guru sosiologi memiliki peran sentral dalam membekali siswa agar mampu menavigasi dunia digital dengan perspektif kritis dan etis. Masyarakat virtual bukan hanya ruang baru untuk interaksi, tetapi juga arena baru dalam mengkonstruksikan identitas sosial,  arena konflik, dan dominasi kelompok sosial.” Ujar Ahmed Fernanda Desky yang juga pengurus Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Wilayah Sumut.

Sesi selanjutnya, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Kompetensi Sosiologi”, yang melibatkan guru dan alumni untuk berdialog secara partisipatif mengenai penguatan peran sosiologi di tengah perubahan zaman. Kegiatan ini disambut hangat oleh Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I Provinsi Sumatera Utara, Yafizham Parinduri, S.Sos., M.AP, yang dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas inisiatif MGMP Sosiologi Kota Medan dan Prodi Sosiologi FISIP USU dalam mempertemukan para guru dengan akademisi dan profesional sosiologi.

Ketua Prodi Sosiologi FISIP USU, Drs. T. Ilham Saladin, M.SP, menyampaikan bahwa acara ini tidak hanya menjadi ruang ilmiah, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi dan kolaborasi alumni lintas angkatan dari berbagai profesi yang bisa mempererat jejaring akademik. Kehadiran Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Wilayah Sumut yang diketuai oleh Rusdy, S.Sos., M.Sos, telah menjadikan organisasi ini sebagai daya tarik tersendiri bagi para alumni sosiologi di seluruh Indonesia, pungkasnya. Acara ini kemudian secara resmi dibuka oleh Dekan FISIP USU, Dr. Hatta Ridho, S.Sos., M.SP, yang dalam sambutannya menunjukkan komitmen FISIP USU dalam mendukung setiap rangkaian acara tersebut.

Diakhir sesi, Penerbit Masmedia Buana Pustaka memberikan doorprize kepada 10 peserta terbaik terkhusus untuk guru-guru berupa buku teks pelajaran Sosiologi dan Antropologi tingkat SMA/MA karya Ahmed Fernanda Desky, M.Si yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan materi ajar kepada para siswa di sekolah mereka masing-masing. Melalui kegiatan ini, terlihat bahwa kolaborasi lintas sektor pendidikan seperti sekolah, universitas, organisasi profesi, dinas pendidikan dan penerbit buku dapat membentuk ekosistem pembelajaran yang kuat dan relevan dengan zaman. Workshop ini bukan hanya pertemuan ilmiah, melainkan juga sebuah gerakan kolektif menuju pendidikan sosiologi yang transformatif, reflektif, dan adaptif.

Feby Aulia Tuntaskan Pengabdian Masyarakat Sebagai Relawan Pengajar Muda

Deli serdang. Mahasiswa Program studi Sosiologi agama, Feby Aulia dinobatkan sebagai pengajar muda gerakan Sumut mengajar batch 17 tahun 2024-2025. Kegiatan sebagai relawan ini sudah berlangsung pada tanggal 31 Januari sampai 14 Februari 2025 di Desa Kutalimbaru Deli Serdang.

Feby Aulia menceritakan keterlibatannya pada yayasan Gerakan Sumut Mengajar (GSM) ini karena yayasan ini bergerak untuk mengajak semua pihak ikut andil dalam menyelesaikan masalah pendidikan di sumatera utara. Tujuan dari kegiatan ini ialah untuk meningkatkan literasi dan kualitas pendidikan di sumatera utara, khususnya di daerah yang sulit di jangkau dan jauh dari akses pendidikan. Kegiatan dilakukan oleh mahasiswa kurang lebih 250 orang dari berbagai universitas baik didalam kota ataupun di luar kota.

Selama masa pengabdian kegiatan yang kami melakukan adalah mengajar ke sekolah dasar dengan memberikan program kelas seperti mengadakan kelas bencana, kelas ecobrick, kelas kreatvitas, kelas seni budaya dan sebagainya, “

Kemudian dilanjutkan dengan les sore di posko Desa. Disana kami membantu anak-anak desa untuk mengerjakan serta memberikan arahan untuk mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru-guru mereka di sekolah. Dia juga menceritakan sebelum melakukan pengabdian ke Desa, para reawan sudah diberikan pembekalan memalui via zoom dan ada yang tatap muka yang memiliki berbagai tema. Seperti Managemen Organisasi, Puisi Speacking, Kisah inspirasi relawan, Asyik Berorigami Souvenir unutk Guru, dan pembekalan terakhir yang sudah dibagi berkelompok pada penetapan desa masing-masing. Dengan tema Persiapan Pengabdi.

Di malam hari nya kami mengadakan shalat maghrib dan isya berjamaah di masjid desa, dan mengaji bersama setelah ba’da isya. Adapun kami melakukan kegiatan wirit di setiap malam  jum’at dan hari jum’at. Kegiatan ini dilakukan seminggu sekali, “ tambahnya.

Adapun di waktu senggang kami melakukan kegiatan mandi-mandi di pemandian alam tarigan group yang dimiliki oleh bapak kepala desa kami yaitu Bapak Surya tarigan S.Pt. Diakhir acara, kami mengadakan makan bersama serta melakukan Penutupan kegiatan ini dengan bersalaman kepada seluruh warga sebagai bentuk pamitan dan ucapan terima kasih.

Sementara itu, Ketua Program Studi Sosiologi Agama, Neila Susanti, M.Si didampingi oleh Sekretaris Prodi, Rholand Muary mengapresiasi pengabdian masyarakat yang sudah dilakukan oleh mahasiswinya. Dia berharap kegiatan relawan mengajar ini juga bisa diikuti oleh mahasiswa SA lainnya agar menambah pengatahuan dan pengalaman selama masa studi. (RM/FA)

Dialog Pembangunan Sumatera Utara, Dosen SA sampaikan Peran Anak Muda

Deli Serdang. Program membangun generasi cerdas kerja sama Radio Kardopa, Humas DPR Sumatera Utara dan Kampus FIS UIN Sumut kembali digelar dengan mengangkat tema “ Peran generasi muda cerdas dalam membangun Sumatera Utara” yang disiarkan langsung secara live di Kardopa FM 99,4. Hadir dalam nrasumber kegiatan tersebut Wakil Ketua DPRD Sumut, Dr Sunarto, M,Si, akademisi FIS UIN Sumut Rholand Muary, M,Si dan dipandu oleh moderator Dr Indira Fatra deni, MA di kampus FIS UIN Sumut, Rabu 30 April 2025.

Dekan FIS UIN Sumut, Dr Nursapia, MA yang diwakili oleh Wakil Dekan II, Dr Abdul Karim Batubara, MA dalam sambutannya menyambut baik kegiatan dialog membangun generasi cerdas yang diinisiasi oleh Kardopa dan Humas DPRD Sumut. Menurutnya kegiatan ini sangat positif, apalagi turut dihadiri wakil rakyat, sehingga jika ada masukan yang perlu disampaikan dalam rangka pembangunan Sumatera Utara, dapat langsung disampaikan.

Wakil Ketua DPRD Sumut, Dr Sunarto, M.Si mengatakan bahwa dalam membangun Sumatera Utara, keterlibatan anak-anak muda itu sangat penting diharapkan, apalagi anak muda sekarang mayoritas didominasi oleh negerasi z dan milenial yang dalam perkembangannya dekat dengan teknologi.

Apalagi anak muda Indonesia kita ini termasuk pengguna media sosial terbesar, sehingga potensi mereka ini dalam rangka pembangunan mesti diarahkan ke hal-hal yang positif, “ ujarnya.

Sementara itu, akademisi FIS UIN Sumut, Rholand Muary, M.Si mengatakan bahwa pembangunan itu tidak selalu identitik dengan pembangunan fisik seperti infrastruktur saja melainkan ada pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik. Sebab defenisi pembangunan itu sendiri merupakan perubahan sosial yang terencana, berkelanjutan dan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dengan asas keadilan.

Kita melihat sebenarnya dari sisi pembangunan di Sumatera Utara, masih terjadi ketimpangan dan kesenjangan begitu lebar antara Medan dengan kota kabupaten lain , seperti kepulauan Nias yang masuk dalam kategori daerah tertinggal, “ ujar Rholand Muary yang juga dosen Sosiologi Agama ini,

Oleh sebab itu ini menjadi perhatian kita bersama, terutama anak- anak muda yang diharapkan menjadi generasi yang cerdas dan tetap kritis dengan gaya yang mereka miliki untuk sama sama membangun Sumatera Utara yang tidak hanya bagi pengembangan infrastukturnya namun pengembangan manusianya yang menjadi kian penting.

Hadir dalam acara dialog tersebut, Produser membangun generasi cerdas Kardopa, Pieter, Host Deasy dan puluhan mahasiswa FIS UIN Sumut. (RM)

Konferensi Internasional UIII 2025, Dr Faisal Riza Sampaikan konsep “Multidemensional Sintesis Kesetaraan Pengetahuan”

Dosen Program Studi Sosiologi Agama, Dr Faisal Riza, MA mengikuti konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Fakutas Studi Islam Universitas Islam Internasional Indonesia (FSI-UIII) bekerja sama dengan Institut Social Tuki menggelar konferensi dengan tema penting “Decolonizing Social Sciences and Humanities: Islamic and Non-Western Perspectives.  Pembicaranya datang dari lebih 15 negara, dari Amerika, Kanada, Italia, Timur-Tengah, Afrika, dan Asia. Yang daftar untuk konferensi ini lebih 400 naskah. Dari 400an naskah diseleksi 50an naskah yang dibagi menjadi 12 panel.

“ Pada dasarnya, kita punya pandangan hidup sendiri yang mandiri, dalam memahami hidup dan dinamikanya. Namun, kolonialisme menghancurkan banyak hal termasuk cara kita memproduksi dan mengembangkan pengetahuan, “ Ujar Dr Faisal Riza, MA

Menurutnya Setelah merdeka, sebagai sebuah bangsa, tuntutan kembali kepada kesadaran memahami dan membangun dari pikiran sendiri itu menggeliat. Usaha tersebut dikenal sebagai dekolonisasi. Sebuah upaya mengkritik cara-cara kolonial dalam membentuk kehidupan bangsa jajahan. Upaya membangun, dan menemukan keaslian milik kita (the origin). Lebih setengah abad merdeka, seberapa jauh kita membangun hidup dengan cara kita sendiri. Ini soal yang sulit. Di kalangan sarjana juga demikian, teori-teori yang digunakan dalam memahami masyarakatnya sendiri ajeg menggunakan teori-teori Barat. Padahal keadaan sosial budaya politiknya berbeda sama sekali.

Di forum ini, saya mengajukan konsep multidimensional sintesis. Semangatnya kesetaraan pengetahuan. Bahwa kita juga punya sistem pengetahuan sendiri untuk memahami mayarakat kita, “ ujarnya.

Dia mencontohkan kalau masyarakayt terbiasa dengan konsep communicative rationality ala Habermas, atau Syura (Musyawarah) dalam tradisi Islam, masyarakat di Sumatera Utara punya konsep parhimpunan atau dalihan na tolu ala orang Batak

Adapun konferensi internasional ini juga turut dihadiri pembicara kunci yang juga nama-nama besar seperti Anna Gade (University of Wisconsin-Madison, USA) Farish A. Noor (UIII, Indonesia) Joseph E. Lumbard (Hamad bin Khalifa University, Qatar) Komaruddin Hidayat (UIII, Indonesia) Lena Salaymeh (École Pratique des Hautes Études, France) Recep Şentürk (Hamad bin Khalifa University, Qatar) Salman Sayyid (The University of Leeds, the UK) Syed Farid Alatas (National University of Singapore, Singapore) Vedi Hadiz (The University of Melbourne, Australia). Pembicara panel sesion juga merupakan sarjana yang penting dalam bidang ilmunya masing-masing dari kampus seluruh dunia.

Perhelatan konferensi tahunan Faculty of Islamic Studies Universitas Islam Internasional Indonesia yang bekerjasama dengan Institute Social Türkiye telah berjalan dengan lancar pada tanggal 29-30 April 2025 (RM/FR)

Purjatian Azhar, Dosen Sosiologi Agama menjadi Narasumber Pelatihan Perdamaian dan Kerukunan di Bumi Tapanuli Selatan

Pada tanggal 24–26 April 2025, Komite Nasional – Lutheran World Federation (KN-LWF) Indonesia, dengan dukungan dari Inclusive Citizenship and Human Rights (ICHR), menginisiasi Pelatihan Penguatan Perdamaian dan Kerukunan Antar Umat Beragama di Sipirok, Tapanuli Selatan. Selama tiga hari, peserta dari lintas iman berkumpul dalam semangat belajar bersama dan membangun jaringan lintas agama yang lebih kuat.

Pelatihan ini menghadirkan dua Narasumber utama: Purjatian Azhar, M. Hum, Dosen Sosiologi Agama Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara, serta Dr. Hanna Dewi Aritonang, dosen Teologi Agama-Agama dan Studi Perdamaian IAKN Tarutung. Para peserta yang hadir berasal dari beragam komunitas, mulai dari pengurus pemuda-pemudi GKPA wilayah Sipirok, pemuda Vihara Avaloskitesvara Padangsidimpuan, hingga Ketua dan anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sipirok.

Materi pelatihan dibagi dalam tiga fokus utama. Pertama, peserta diajak memahami bahwa keberagaman adalah realitas yang memperkaya, bukan memisahkan. Purjatian Azhar, M. Hum dan Dr. Hanna membuka kesadaran bahwa perbedaan iman, budaya, dan pandangan hidup seharusnya menjadi jembatan, bukan dinding pemisah. Pada materi kedua, peserta diajak menggali akar konflik berbasis agama dan perilaku intoleransi, serta bagaimana pendekatan resolusi konflik dapat membangun kembali jalinan sosial yang sempat retak. Terakhir, sesi ketiga memperkenalkan keterampilan komunikasi yang esensial untuk membangun dialog lintas iman yang sehat, menekankan pentingnya mendengarkan aktif dan menunjukkan empati dalam setiap percakapan.

Memasuki hari kedua, suasana pelatihan difokuskan pada lokakarya. Peserta menyusun Analisis SWOT untuk menilai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam membangun kerukunan di Sipirok, sekaligus merancang Rencana Tindak Lanjut sebagai komitmen bersama dalam menguatkan perdamaian di lingkungan masing-masing.

Hari ketiga menjadi momen yang tak kalah penting. Peserta melakukan kunjungan langsung ke tiga komunitas agama: Masjid Sri Alam Sipirok yang berdiri sejak 1926 sebagai simbol moderasi Islam lokal, Parau Sorat Center GKPA yang memiliki nilai sejarah dalam penyebaran misi gereja Lutheran, serta Vihara Avaloskitesvara Padangsidimpuan, satu-satunya vihara yang telah berdiri kokoh selama 30 tahun di Tapanuli Selatan. Melalui kunjungan ini, peserta tidak hanya belajar sejarah dan tradisi masing-masing, tetapi juga menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam terhadap keberagaman iman yang ada.

Pelatihan ini menegaskan satu hal penting: perdamaian lahir dari perjumpaan yang tulus dan penghargaan yang dalam terhadap perbedaan. Dari Sipirok, semangat ini menyebar, membawa harapan bagi masa depan kerukunan di Indonesia.