Dosen Prodi Sosiologi Agama, Dr Faisal Riza, MA Menjadi Pembicara Pada Konferensi Internasional Jewish Christian Muslim (JSM) Di Manila

Manila. Dosen Program Studi Sosiologi Agama, Dr. Faisal Riza, MA menjadi pembicara pada konferensi Internasional di Manila, Filipina yang diselenggarakan oleh Jewish Christian Muslim (JSM) pada tanggal 5-12 February 2024 . Acara ini dilaksanakan di Shalom Hotel Manila 1660 L.M. Guerroro St, Malate, Manila,1004 Metro Manila. Konferensi tahunan ini mengusung tema “Understanding and standing up for the Displaced”, Memahami dan berdiri mendukung para pengungsi. Tema ini menuntut peran agama untuk berkontribusi pada peristiwa kemanusiaan, mengingat banyak pengungsi datang dari negara mayoritas muslim.

Dia mengatakan bawah dunia sedang dipenuhi dengan banyak peristiwa pengungsian yang disebabkan oleh banyak hal seperti perang, kebijakan pembangunan politik, krisis iklim, dan lain-lain. Sudan, Palestina, Irak, Afghanistan, dan Rohingnya. Dengan demikian, perpindahan penduduk berdampak pada banyak aspek kualitas hidup manusia, baik terhadap rencana pembangunan nasional maupun pembangunan individu manusia. Ini juga berdampak pada keamanan nasional dan keamanan pribadi. Hal ini mempengaruhi hubungan antar negara tetangga, diskusi Dewan Keamanan PBB, dan proses perdamaian. secara sederhana pemahaman dan penyelesaian pengungsian sangat penting bagi pembangunan, perdamaian, dan keamanan.

Meskipun mobilitas ini telah dianalisis secara luas dalam kaitannya dengan proses sekuler, peran agama menjadi semakin jelas tertuntut karena pengungsi itu adalah orang beragama, ” ujar Dr. Faisal Riza, MA

Dia menambahkan, Pada konferensi 3 Agama di Manila ini juga memberikan naskah akademis dalam bentuk makalah dengan judul makalah Addressing Displacement from an Islamic Perspective: Bayt, Hijrah, and amȃn. Meskipun Konvensi, Protokol, dan Prinsip-Prinsip Panduan memberikan kerangka perlindungan bagi para pengungsi, Islam, sebagaimana ditafsirkan oleh berbagai sarjana, juga dapat menawarkan kerangka kerja potensial dan solusi inovatif bagi para pengungsi. Misalnya, hak atas suaka dianggap diakui oleh banyak orang dalam Islam. Agama ini mempromosikan prinsip-prinsip kemanusiaan dan memandang pemberian suaka sebagai tugas para pemimpin politik dalam komunitas Muslim.

Konferensi internasional ini diselenggarakan oleh United Evangelical Mission (VEM) yang merupakan lembaga internasional yang konsern pada misi memajukan dan membela hak asasi manusia, mendukung inisiatif untuk menyelesaikan konflik secara damai, mengupaya untuk mencapai kondisi ekonomi yang adil dan tata kelola yang baik serta melindungi lingkungan.(FR/RM)

Sosialisasi Mediasi Konflik Sosial – Keagamaan Bagi Calon Sarjana Sosiologi Agama

Deli Serdang. Kebebasan beragama dan berkeyakinan sepertinya sebuah “jargon” yang sudah usang, apalagi bila disandingkan dengan istilah baru yang sedang masih hangat diperbincangkan di Republik ini, yaitu Moderasi Beragama. namun kasus konflik terkait dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan fenomenanya terus saja terjadi dan aktual.

Hal ini disampaikan oleh Dosen Prodi Sosiologi Agama, Dr. Irwansyah, M.Ag pada kegiatan sosialisasi mediasi konflik sosial keagamaan bagi sarjana sosiologi agama di Kampus UIN Sumut. ini merupakan bagian dari rencana tindak lanjut pelatihan mediator profesional kerja sama Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) yang dilakukan beberapa hari sebelumnya.

Irwansyah mengatakan sebagai calon Sarjana Sosiologi Agama yang antara lain bisa diharapkan menjadi tenaga penggerak perdamaian di tengah-tengah masyarakat, terutama nantinya setelah Sarjana, tentu penting sekali mengetahui dan memahami bahkan mempunyai keterampilan “Mediasi” sebagai salah satu model penyelesaian konflik apa bila terjadi.

Mediasi sebagai skill penting dimiliki, mengingat bahwa ia bukan saja bertujuan untuk menyelesaikan konflik, akan tetapi bertujuan agar kedua pihak yang berkonflik dapat kembali duduk bersama secara harmonis sebagaimana sebelumnya, ” ujar nya.

Hadir dalam kesempatan tersebut mahasiswa lintas semester Program studi Sosiologi Agama. Turut hadir dalam membuka acara tersebut Ketua Prodi Sosiologi Agama, Neila Susanti, M,Si dan Sekretaris Prodi, Rholand Muary, M.Si.

Literasi Identitas Agama Leluhur

Oleh Ahmed Fernanda Desky, M.Si.

INDONESIA memiliki keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan agama yang cukup besar di dunia. Bahkan, Indonesia telah diwarisi berbagai jenis agama leluhur oleh nenek moyang kita. Kuatnya pedoman hidup rakyat Indonesia dalam menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan demi menjaga kedaulatan.

Jiwa nasionalisme juga tidak terlepas dari ideologi bangsa ini dalam memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan norma-norma yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berbagai hambatan, tantangan, dan rintangan telah dilewati negara ini demi memajukan kesejahteraan bangsa yang adil dan makmur.

Penganut agama leluhur adalah kelompok warga negara yang “agama atau kepercayaannya” dimaknai, dipahami dan diperlakukan secara berbeda dari waktu ke waktu. Agama mereka diklaim animis (primitif), sehingga perlu dimodernkan. Agama leluhur diperlakukan sebagai “budaya” yang di satu sisi perlu dikembangkan. Namun, pada masa tertentu, agama leluhur dibiarkan berkembang, dan bahkan dianggap setara dengan agama.

Peran negara saat ini adalah menjaga dan melestarikan keberagaman masyarakat beragama minoritas di Indonesia. Oleh sebab itu negara wajib melindungi, menganyomi, dan memberikan hak-hak mendasar kepada masyarakat agama leluhur ini. Negara menjaga toleransi keberagaman agama secara konstitusi. Hal ini dapat dilihat dari bentuk perhatian negara dalam menjaga kelestarian agama leluhur di Indonesia yaitu di bidang administrasi dan perlindungan hukum.

Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 61 ayat (1) menyebutkan KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.

Pada ayat (2) menyebutkan bahwa Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

Pada pasal 64 ayat (2) juga menjelaskan bahwa keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

Saat ini masyarakat yang beragama leluhur juga sudah mulai diberikan haknya dalam berkesempatan berpartisipasi untuk negara. Misalnya dalam mendapatkan pekerjaan, melakukan sumpah jabatan pekerjaan sesuai agama leluhurnya, kegiatan sosial, ikut berpolitik, merayakan upacara kegamaan,mendapatkan bantuan pemerintah, mendapatkan pendidikan, perkawinan, hak ekonomi, dan kegiatan sosial kebudayaan lainnya.

Keberagaman Agama di Indonesia

Menurut Geertz, agama adalah sebuah sistem simbol-simbol yang berlaku untuk, menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi lalu membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualisasi, sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khas dan realistis. Agama juga merupakan bagian dari refleksi diri manusia dalam aspek spiritual dan akal pikiran yang meyakini adanya maha pencipta sumber kehidupan di muka bumi.

Masyarakat Indonesia meyakini adanya tuhan yang hidup berdampingan dengan alam sekitar, sehingga menghargai segala isinya sebagai wujud nyata bahwa dalam menjalani hidup perlu adanya pedoman dan paradigma berpikir, baik secara materil maupun immaterial, sehingga dalam mengaplikasikan proses beragama dalam kehidupannya, masyarakat berhak memilih keyakinan atau kepercayaan tersebut sesuai dengan tradisi nenek moyang yang mereka pilih secara rasional.

Perjalanan masyarakat beragama khususnya pada masyarakat lintas iman, mereka belajar dari ajaran agamanya masing-masing bahwa pentingnya mengetahui indahnya keberagaman dan hidup berdampingan dengan cara mempunyai sikap toleransi beragama, sehingga menciptakan integrasi secara nasional dalam suatu bangsa yang aman, nyaman dan damai.

Literasi keberagaman sudah seharusnya tidak hanya diimplementasikan atas keanekaragaman jenis suku, bahasa, ras, etnis dan agama secara garis besar saja. Literasi keberagaman khususnya dalam konteks ini yaitu keberadaan agama leluhur dari Sabang sampai Merauke yang seharusnya diketahui seluruh bangsa ini. Termasuk beberapa agama leluhur yang perlu kita ketahui juga ada di Sumatera Utara, yaitu Galih Puji Rahayu (Gapura),Golongan Si Raja Batak Parbaringin Malim Marsada (Parapat), Parmalim Bale Pasogit Huta Halasan (Tobasa), Parmalim Huta Tinggi, Pambhi (Dolok sanggul), Parmalim (Barus),Parmalim Golongan Siraja Batak (Porsea), Parmalim Sijumakkon Uras (Meranti-Tobasa), Persatuan Wargo Rahayu Selamet (PWRS), Perhimpunan Parbaringin Sisingamangaraja (Kisaran-Asahan), Ugamo Bangso Batak (Medan/Samosir).

Agama leluhur ini bisa dijadikan sebagai kekayaan keberagaman agama di Indonesia. Meskipun secara nasional agamatersebut tidak terlihat sebagai agama besar di Indonesia, tapi sangat berharga untuk dijadikan sebagai warisan Indonesia.

Salah satu kontribusi agama leluhur dalam menjaga kelestarianalam di bumi pertiwi sangat berpengaruh pada sektor parawisata. Beberapa aktifitas keagamaan mereka dalam beribadah maupun kegiatan ritual lainnya, seperti upacara adat pernikahan, upacara pemakaman, upacara menyambut masa bertani, upacara panen raya dan aktivitas keagamaan leluhur lainnya juga dapat dijadikan sebagai ciri khas yang sakral yang dapat mengundang daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Dengan menjaga keberagaman agama tersebut, maka dapat menunjukkan kekuatan negara kita kepada negara lain akan sikap toleransi bangsa ini mampu hidup berdampingan secara harmonis di tengah-tengah perbedaan.

Mengidentifikasi Literasi Agama Leluhur

Identitas sosial juga merupakan bagian dari konsep diri seseorang yang didasarkan pada identifikasinya dengan sebuah bangsa kelompok etnis, gender atau afiliasi sosial lainnya, identitas sosial sangat penting karena mereka memberi kita perasaan bahwa kita memiliki tempat dan kedudukan dalam dunia.

Tanpa identitas sosial, kebanyakkan dari kita akan merasa seperti kelereng yang mengelinding bebas dan tanpa saling terkait antara satu dengan yang lain dalam semesta (Wade, Carole dan Tavris, 2016:310). Analisis Jenkins (2008:112) tentang identitas sosial menunjukkan bahwa kategorisasi sosial menghasilkan identitas sosial dan menghasilkan perbandingan sosial, yang dapat saja berakibat positif atau negatif terhadap evaluasi diri.

Dalam kajian ilmu sosial, perlu adanya identitas diri dalam menunjukkan keberadaan, kekuasaan, dan simbol komunitas mereka di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas sosial didendefinisikan atas dua kata, yaitu identitas dan sosial.

Identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang “jati diri”, sedangkan “sosial” didefinisikan sebagai yang “berkenaan dengan masyarakat”. Dengan demikian, identitas sosial didefenisikan sebagai ciri atau keadaan sekelompok masyarakat tertentu. Identitas juga menunjukkan cara-cara dimana individu dan kelompok sosial dibedakan dalam hubungan dengan individu dan kelompok sosial lainnya.

Fungsi identitas sosial seseorang atau kelompok sosial adalah untuk membantu menemukan jati diri dan rasa percaya diri yang lebih tinggi, efektif, efisien, dan dialektif. Dialektif yang dimaksudkan dalah menyangkut dialog atau pembahasan penemuan jati diri identitas sosial, sehingga identitas sosial juga dapat membantu seseorang untuk mengenali dirinya darimana ia berasal melalui cara berpikir dan bertindak.

Negara sudah serius menjaga dan melestarikan kebudayaan agama lokal yang ada di Indonesia baik dari peraturan secara kontstitusi maupun pengambilan peran dalam memajukan bangsa negara ini. Akan tetapi, dari segi pendataan statistik ternyata keberadaan penganut agama leluhur masih simpang siur yang disebabkan karena minimnya data yang konkrit dari setiap penganut agama leluhur tersebut, sehingga negara dan warga negara bersama-sama perlu mendata jumlah penduduk penganut agama leluhur di seluruh Indonesia, baik dari tingkat Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke tingkat pusat secara yang konkrit agar masyarakat Indonesia dapat mengetahuinya.

Literasikeberadaan agama leluhur di Indonesia masih minim, sehingga perlu dilakukannya identifikasi secara mendalam tentang keberadaan mereka. Ini merupakan babak baru bangsa ini untuk melengkapi kekayaan keberagaman agama leluhur secara nyata dan terdata. Apalaginegara memiliki lembaga tersendiri dalam mendata penduduk di Indonesia yaitu Badan Pusat Statistik (BPS).

Tidak dapat dipungkiri, untuk mengakses data jumlah penduduk berdasarkan agama besar yang diakui negara memang sudah ada.Sudah saatnya pada poin “penganut aliran kepercayaan” atau “agama lainnya” dalam hal administrasi di beberapa jenis agama leluhur harus disebutkan secara spesifikterdatamengenai indikator maupun kuantitasagamanya dari sumber literasi tersebut secara manual maupun digital.

Momen melek literasi sangat tepat dalam menggalakkan gerakan literasi digital yang nantinya masyarakat Indonesia dengan mudah mengakses data informasi secara statistik tentang keberadaan agama leluhur sehingga dapat menambah wawasan dibidang sosial, kebudayaan maupun dilingkungan akademisi.

Penulis Merupakan Dosen Tetap Prodi Sosiologi Agama UIN Sumatera Utara Konstrasi Dibidang Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan

Link Publikasi:
https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2022/01/26/149852/literasi_identitas_agama_leluhur/

Wawasan Moderasi Beragama Penting Untuk Keharmonisan Masyarakat

Prodi Sosiologi Agama Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara menyelenggarakan pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di SMA Negeri Tanjung Tiram Batubara, Sabtu (25/6). Dalam kegiatan itu, tema yang diusung adalah moderasi beragama untuk keharmonisan Masyarakat.

Pilihan terhadap tema ini merespon wacana yang tidak produktif dan bermuatan konflik. Oleh karena itu untuk mengkounter wacana tersebut penting mengembangkan wacana moderasi beragama untuk menjaga stabilitas, harmoni, dan kohesi sosial.

Salah satu penyuluh, Muhammad Irfan, mengatakan penting bagi generasi muda untuk mengembangkan wawasan moderasi beragama.”Ini agar tidak terjerumus pada sikap ekstrem dan bahkan anti pemerintah,” katanya.

Purjatian Azhar selaku pembicara lainnya menyarankan agar generasi muda mengembangkan sikap toleransi dan dan tenggang rasa.”Tidak mudah terprovokasi dan emosional,” ucapnya.Agenda PKM ini terselenggara berkat kerjasama prodi SA FIS UIN Sumatera Utara dengan SMA Negeri 1 Tanjungtiram Batubara.Kepala Sekolah, Muhammad Kamil, mengatakan terima kasih kepada Prodi SA FIS UIN SU yang telah memilih sekolahnya sebagai tempat pengabdian. “Kegiatan ini sangat berguna bagi siswa kami di sini,” ujarnya.

Kaprodi SA, Sakti Ritonga, mengatakan sengaja memilih sekolah ini karena masuk dalam area kajian prodi yaitu Sosiologi maritim.”Ini juga target kemitraan kami dalam mengembangkan pemberdayaan masyarakat pesisir di Sumatera Utara,” tambahnya.

Trend Celana Ketat dan Arena Sosialnya

Oleh Ahmed Fernanda Desky, M.Si.

ISTILAH gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif mengandung pengertian sebagai cara hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola-pola respons terhadap hidup serta terutama perlengkapan kehidupan manusia. Gaya hidup juga bukan sesuatu yang alamiah, melainkan hal yang ditemukan, diadopsi, diciptakan, dikembangkan dan digunakan untuk menampilkan tindakan agar mencapai tujuan tertentu. Agar dapat menguasai gaya hidup, maka berbagai cara harus diketahui, digunakan dan dibiasakan.

Pembahasan kali ini sebenarnya suatu hal yang dianggap biasa tapi tanpa kita sadari dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam melihat aktifitas sosial sehari-hari. Katakanlah ini merupakan bagian dari kebutuhan primer masyarakat yang menjadi salah satu gaya hidup di bidang fashion bagi setiap elemen masyarakat.

Fashion yang kita bahas kali ini adalah celana ketat. Fenomena celana ketat memang sudah menjadi gaya hidup manusia di berbagai belahan dunia. Mulai dari balita, anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa juga menggunakan celana ketat sebagai kebutuhan sandangnya sehari-hari. Ada banyak sekali jenis celana ketat, misalnya jeans, legging, skinny, jogger, dan lain sebagainya.

Di tengah fenomena yang terjadi saat ini, banyak dampak yang cukup signifikan mengancam kehidupan manusia, baik dari aspek kesehatan maupun lingkungan sosial. Dilihat dari aspek kesehatan, ada berbagai macam penyakit yang berdampak pada penggunaan celana ketat secara berlebihan dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Misalnya gangguan alat reproduksi, gangguan pencernaan, sindrom celana ketat (istilah medisnya meralgia paresthetica) dan lain-lain.

Kalau dilihat dalam aspek lingkungan sosial, dampaknya yaitu menimbulkan nilai dan norma baru di setiap arena sosial. Misalnya moralitas masyarakat dalam menggunakan celana ketat dianggap dapat melanggar aturan seperti mempertontonkan aurat secara intim yang mengundang syahwat lawan jenis, sehingga menimbulkan tindakan kriminal seperti tindakan pelecehan seksual, porno aksi, dan lain-lain. Untuk mencegah kejahatan tersebut, beberapa peraturan dibuat dengan melakukan berbagai konsensus antara masyarakat dengan pemerintah setempat.

Masyarakat Postmodern

Dalam era postmodern saat ini, fashion digunakan sebagai penanda identitas sosial. Masyarakat kapitalisme lanjut menampakkan rasio instrumental sebagai penyeragaman dan pembedaan kesadaran manusia dengan menciptakan kebutuhan yang sama sekali tidak menjadi prioritas. Rasio instrumental tersebut berkembang menjadi suatu ideologi baru di pikiran masyarakat yaitu bagaimana memproduksi berbagai jenis model celana ketat sebanyak-banyaknya dan menciptakan kebutuhan yang semu.

Baudrillard menyatakan masyarakat dalam kapitalisme lanjut yang disebut sebagai nilai-guna dan nilai-tukar telah dikalahkan oleh sebuah nilai baru, yakni nilai-tanda dan nilai-simbol, yang lahir bersamaan dengan meningkatnya taraf ekonomi masyarakat. Menurutnya, fashion adalah satu tahapan akhir dari bentuk komoditas. Dunia fashion juga merupakan permainan simbol-simbol yang pada akhirnya menghilangkan rujukan pada dunia nyata, bahkan tidak menggiring kemanapun. Fashion yang digunakan khususnya celana ketat adalah proses perubahan sosial yang ada di kehidupan masyarakat.

Maka dari itu, perhatian utama masyarakat kapitalisme lanjut lebih ditujukan pada simbol, citra, dan sistem tanda, bukan lagi pada harga manfaat komoditi, sehingga masyarakat lebih mementingkan makna simbolik dibandingkan manfaat atau harganya. Berbagai jenis dan bahan dasar celana ketat nampaknya memiliki banyak variasi sehingga semua kalangan masyarakat mampu untuk membelinya. Manifestasi kapitalis menciptakan model dan kualitas yang berbeda tetapi menunjukkan identitas sosial yang sama dalam menggunakannya.

Dapat kita lihat dari beberapa realitas kehidupan masyarakat ternyata penggunaan celana ketat merupakan kebiasaan dan hasrat manusia yang menjadi komunitas gaya hidupnya sehari-hari. Pada dasarnya celana ketat juga menunjukkan setiap kebiasaan seseorang dapat diekspresikan melalui gaya hidup yang konsumeristik. Dalam masyarakat konsumtif, fashion celana ketat merupakan bagaian dari sistem pemaknaan yang tidak lagi diatur oleh faktor hasrat untuk mendapat kenikmatan saja, melainkan untuk mendapatkan pengakuan status sosial, prestise, dan identitas sosial.

Misalnya celana kuncup anak punk. Mereka menggunakan fashion seperti itu karena memiliki suatu keyakinan dan juga kiblat yang mereka yakini adalah sebuah kemandirian dan kejantanan. Mereka menganggap celana seperti itu adalah salah satu cara untuk menunjukkan jati diri mereka sebenarnya sebagai kaum termarjinalkan mampu hidup mandiri.

Gaya berpakaian anak punk ternyata memiliki nilai histroris tersendiri. Sebelum anak punk KW (punk tiruan) muncul, masyarakat awam menganggap bahwa beberapa komunitas anak punk itu adalah anak-anak dari kalangan orang kaya yang telah menjadi korban broken home dengan ciri khas rambut mohawk, menggunakan berbagai pernak pernik gelang, rantai, anting-anting, pakaian yang serba ketat termasuk celana super ketat menganggap bahwa fashion yang mereka gunakan adalah sebagai salah satu identitas atau bentuk dari komunitas mereka. Tapi pada kenyataannya sekarang ada juga komunitas anak punk yang memiliki pergaulan bebas, sering meminta-minta (di depan SPBU, mini market, atau jalan raya), mempunyai komunitas “vespa gembel”, pengamen jalanan dan lain sebagainya. Akan tetapi seiring perubahan zamannya, komunitas anak punk dengan celana ketatnya menganggap sebagai sebuah trend bagi mereka.

Selain itu, dapat dilihat penggunaan celana ketat wanita yang biasanya digunakan untuk berolahraga digunakan sebagai fashion yang cukup populer saat ini dianggap suatu hal yang positif dan patut ditiru sebagai bagian dari identitas sosial yang baru. Misalnya saja penggunaan legging yang dikombinasikan dengan pakaian Muslim wanita dianggap trend fashion masa kini. Hal ini menimbulkan pemikiran-pemikiran negatif bagi orang Muslim dan non muslim. Perubahan sosial perempuan Muslim modernis yang menciptakan hasrat masyarakat dalam berbusana Muslim dianggap positif yang menganggap selagi tidak menampakkan aurat secara gamblang itu merupakan suatu hal yang wajar.

Padahal dalam ajaran agama, perempuan Muslim yang menunjukkan lekuk tubuh saja sudah dianggap mempertontonkan auratnya kepada orang yang bukan mahramnya. Kalau kita amati lagi, kombinasi pakaian dan celana ketat untuk perempuan Muslim sekarang juga tidak memiliki nilai dan moralitas.

Analogi selanjutnya group band The Cangcuters merupakan salah satu group band yang memiliki kekompakan berbusana dan berpenampilan di setiap aksi penggung mereka. Band ini memiliki selera fashion yang unik dan bertema style tahun 70-an, ini yang membuat mereka terlihat berbeda dengan band yang lain.

The Cangcuters mampu menarik perhatian masyarakat dengan lagu-lagu mereka yang bergenre rockn roll, tidak hanya itu fashion mereka pun menjadi warna sendiri yang membuat mereka menjadi menarik dimata masyarakat. Trend fashion mereka kini juga banyak diikuti oleh para fans mereka dari gaya rambut maupun celana ketat dan baju unik yang biasa The Cangcuters gunakan.

Trend yang dibangun mereka ternyata menimbulkan pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan sosial. Mereka sebagai transeter dalam memiliki tujuan untuk membangun sebuah kebiasaan masyarakat sehari-hari dalam menggunakan fashion.

Fashion tersebut awalnya ditolak oleh masyarakat awam yang dianggap aneh dan tidak nyaman dilihat apalagi ditiru. Namun, ketika aktor memakai fashion tersebut secara terus menerus dengan kombinasi musik, sehingga menjadi sebuah ikon atau ciri khas tersendiri dalam dunia hiburan.

Dari analogi tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan celana ketat juga bisa dikatakan sebagai penanda. Dengan menciptakan sebuah kode tertentu, di sini pula artinya celana ketat diciptakan bukan berdasarkan determinasinya melainkan dari model celana ketat itu sendiri.

Setiap individu memiliki penilaian yang dianggap cocok dan memiliki rasa nyaman dan aman dalam menentukan fashionnya. Dalam dunia fashion, celana ketat digunakan sebagai bagian dari gaya hidup yang mempunyai model dan bentuk yang khas sesuai dengan selera dan hasrat manusia.

Celana ketat yang kita gunakan sehari-hari adalah bagian dari proses perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Celana ketat hadir karena memiliki arena sosial yang mendukung keberadaannya yang membuat masyarakat tidak canggung untuk menggunakannya.

Celana ketat telah memiliki transeter yang dianggap patut ditiru karena dianggap sebuah model gaya hidup zaman sekarang. Hal ini juga di dorong dari hasrat masyarakat yang semakin lama semakin ingin tampil lebih beda dalam berbusana meskipun ada sebagian masyarakat menganggap biasa saja dan ada yang menganggap luar biasa tergantung masyarakat menempatkan di ranah sosial yang tepat. Dengan demikian, ketika kita melihat seseorang dengan fashion penggunaan celana ketatnya, maka kita akan mempunyai penilaian tersendiri terhadap orang tersebut.

Penulis Merupakan Dosen Tetap Prodi Sosiologi Agama UIN Sumatera Utara Konstrasi Dibidang Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan

Link Publikasi:
https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2021/07/18/139367/trend_celana_ketat_dan_arena_sosialnya/

Membangun Potensi UMKM, Mengurangi Ketergantungan Negara

Oleh Ahmed Fernanda Desky, M.Si.

INDONESIA dikatakan sebagai negara dunia ketiga atau dapat disebut juga sebagai negara berkembang masih memiliki ketergantungan kepada pertumbuhan perekonomian global. Di sisi lain negara yang memegang pengaruh globalisasi adalah Amerika, Cina, Emirat Arab dan negara-negara Eropa atau dapat disebut sebagai negara maju juga berlomba-lomba meningkatkan kekuatan negaranya. Dampak dari ketergantungan ekonomi global ini mengakibatkan beberapa permasalahan yang menghambat pembangunan Indonesia terutama pada masyarakat menengah ke bawah. Kemungkinan suatu negara bisa menjadi negara lemah dan sangat ketergantungan dengan negara maju karena adanya kerja sama politik ekonomi.

Negara berkembang atau dapat dikatakan sebagai bagian dari negara kapitalis yang super kuat dibidang sosial, politik, ekonomi mampu menciptakan alat produksi canggih dan modal yang besar, sehingga mampu mengendalikan pasar dunia demi mendapatkan keuntungan dari negara-negara berkembang dengan embel-embel membantu negara lemah dengan mengagungkan isu peningkatan perekonomian dunia. Ketergantungan tersebut tentu berimbas pada pertumbuhan perekonomian masyarakat mulai dari kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas.

Teori Depedensi: Model Pembangunan Perekonomian Negara

Cardoso mengatakan, munculnya perusahaan multinasional merupakan penyebaran industri padat modal ke negara pinggiran, dan pembagian kerja internasional baru bertanggung jawab terhadap munculnya karakteristik baru yang lahir dalam proses pembangunan negara dunia ketiga. Ia juga berpendapat bahwa dalam batas-batas tertentu, kepentingan modal asing bersesuaian dengan kemakmuran negara pinggiran.

Dalam pengertian ini perusahaan multinasional tersebut membantu proses pembangunan negara pinggiran. Ini terjadi karena sebagian besar perusahaan asing yang beroperasi di negara dunia ketiga ternyata lebih berorientasi pada usaha produksi dan penjualan barang-barang konsumsi untuk pasar domestik. Inilah yang menjadikan kepentingan mereka secara bertepatan mirip dengan sebagian syarat yang diperlukan untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi, paling tidak untuk sektor-sektor ekonomi tertentu di negara pinggiran.

Dari sudut ini, pembangunan secara tidak langsung dapat diartikan sebagai usaha untuk menyambungkan apa yang dimiliki oleh negara pinggiran dengan kemampuan teknologi, modal, pemasaran dan organisasi yang hanya dimiliki oleh perusahaan multinasional. Dengan kata lain pada situasi pembangunan yang bergantung tidak harus dijumpai proses pembangunan industri yang dinamis.

Organisasi perekonomian dunia seperti Word Bank dan IMF dijadikan wadah untuk negara pinggiran yang sedang dilanda krisis global atau nilai tukar uang yang melemah, sehingga perekonomian negara dunia ketiga juga lemah. Maka dari itu peran organisasi ini adalah untuk memberikan pinjaman dana kepada negara dunia ketiga dengan bunga yang cukup rendah.

Sebenarnya, organisasi tersebut yang membentuk adalah kesepakatan yang bermayoritas negara-negara maju dengan membuat isu “globalisasi” adalah negara maju. Mereka sengaja membuat isu tersebut agar negara yang ketergantungan ikut untuk menjalin hubungan kerja sama dengan pihak negara maju dengan cara investasi modal usaha, pengembangan teknologi canggih, dan pemanfaatan sumber daya alam dengan sistem bagi hasil antara pemilik alat produksi dengan pemilik sumber daya alam, sehingga negara maju semakin kaya dan negara berkembang semakin terpuruk. Hal inilah yang membuat negara maju semakin kuat dan negara berkembang semakin lemah.

Dalam kajian teori depedensi (ketergantungan), sebenarnya masyarakat sudah mampu mandiri dalam membuat sistem perekonomian negara. Negara bisa mengurangi ketergantungan dengan cara yang adil tanpa merugikan negara berkembang tergantung kepada sistem pemerintahan yang sedang berkuasa. Karena esensi diantara keduanya yaitu negara berkembang dan negara maju sama-sama saling memiliki ketergantungan.

Dapat dilihat negara berkembang sudah mulai maju dan mampu bersaing di pasar global. Negara tidak sembarangan melakukan kerjasama dengan negara-negara maju yang disinyalir dapat merugikan negara berkembang dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dan negara Indonesia sebenarnya juga mampu mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan politik ekonomi dengan negara maju dengan mengkalkulasikan pembagian keuntungan dari hasil kerjasama baik dari teknologi, investasi, dan pengelolaan sumber daya manusia maupun sumber daya alam dengan teliti dan memandang prospek positif di masa depan.

Mendongkrak UMKM Untuk Mengurangi Ketergantungan Negara

Negara kuat adalah negara secara legitimasi menata kehidupan bermasyarakat yang memiliki tatanan kehidupan sendiri. Lambach mengatakan bahwa interaksi negara dan masyarakat adalah seperti kompetisi untuk menghasilkan sebuah kontrol sosial. Negara dengan segala otoritas yang dimilikinya berusaha mengatur seluruh hubungan sosial yang ada di dalam masyarakat yang cenderung menolak akan hal itu, tetapi di sisi lain masyarakat dengan segala eksistensinya juga berusaha untuk menciptakan pola kekuasaannya agar tetap dapat bertahan.

Hal ini menunjukkan bahwa betapa besarnya peran negara dalam menjaga kestabilan kesejahteraan masyarakat dalam menjalankan kebijakan yang harapannya dapat meningkatkan perkembangan pembangunan di suatu negara. Salah satunya adalah melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu cara untuk meningkatkan pembangunan perekonomian serta dapat meminimalisir ketergantungan negara Indonesia dengan negara maju adalah memperhatikan sistem perekonomian kerakyatan di bidang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar pada negara dalam pemulihan ekonomi nasional.

Penulis memberikan refleksi kepada masyarakat agar dapat meredam ketergantungan negara Indonesia dengan negara maju yang dapat berdampak pada status negara Indonesia dari negara sedang berkembang menjadi negara maju maka dapat diwujudkan dengan cara yaitu:

Pertama, melalui UMKM, pemerintah dapat memperhatikan potensi yang ada di setiap daerah baik dalam sumber daya alam maupun sumber daya manusianya dengan melakukan pendekatan partisipatif. Pemerintah atau stakeholder harus berperan aktif dalam melihat potensi dan peluang. Beberapa peran pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yaitu BLT UMKM, Badan Usaha Milik Desa (BUMD), dan lain-lain. Hal ini dilakukan pemerintah agar masyarakat mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional.

Kedua, memberikan pelatihan peningkatan kapasitas kewirausahaan. Pemerintah harus mendukung usaha yang yang dijalankan pelaku UMKM dengan cara memberikan edukasi yang berkaitan denga peningkatan kapasitas dan kualitas produk UMKM dengan target pasar skala nasional maupun internasional. Pelaku UMKM juga cekatan dalam menerima dinamika perekonomian masyarakat dengan cara mencari informasi untuk mendapatkan inspirasi dan inovasi baru yang dapat meningkatkan daya tarik dan daya beli konsumen terhadap produk yang ditawarkan.

Ketiga, memberikan bantuan berupa modal baik uang maupun teknologi canggih untuk memproduksi barang kepada pelaku UMKM. Pemerintah memberikan beberapa program kepada pelaku usaha untuk dapat mengembangkan usahanya baik secara hibah maupun pinjaman non bunga agar usaha yang dikembangat dengan cepat bergerak. Apalagi di masa pandemi covid saat ini peran pemerintah sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha.

Keempat, memonitoring dan mengevaluasi usaha yang dijalankan secara intensif. Pemberian bantuan kepada peserta UMKM perlu juga diadakannya monitoring dan evaluasi guna untuk melihat sejauhmana perkembangan UMKM tersebut supaya mendapatkan penanganan yang tepat.

Kelima, melegalkan produk dan menghakpatenkan produk hasil kreativitas masyarakat lokal. Perlu dilakukan perhatian khusus dalam melegalkan produk UMKM agar dapat menjadikan merk atau logo tersebut dapat dikenal masyarakat dengan mudah. Sampai saat ini masih ada beberapa kasus para pelaku UMKM mengeluh karena saling mengklaim merk atau logo produk mereka, sehingga yang dirugikan adalah pelaku UMKM itu sendiri. Oleh karena itu pelaku UMKM harus segera mengurus hak paten produknya apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan masyarakat untuk mengurus hak paten mereka secepatnya.

Keenam, mencari tempat strategis dan pasar yang mumpuni. Pasar merupakan arena transaksi yang dapat menentukan maju atau tidaknya UMKM. Oleh karena itu pelaku UMKM menempatkan usaha sesuai dengan permintaan dan kebutuhan konsumen agar usaha yang dijalankan tepat sasaran. Sementara pemerintah harus menyediakan tempat strategis agar pelaku usaha dengan mudah menjual produk mereka seperti supermarket, swalayan, pasar tradisional, dan pameran.

Ketujuh, menggunakan media sosial sebagai sarana marketing dan memperluas jaringan usaha. Saat ini banyak sekali masyarakat dengan mudahnya mempromosikan usaha mereka lewat media sosial. Perubahan yang terjadi saat ini berdampak positif bagi para pelaku UMKM dalam mempromosikan usahanya. Bahkan dengan bermodalkan media sosial ada juga masyarakat yang membuka usaha tanpa modal tergantung kemauan dan kelihaiannya dalam ber-UMKM menggunakan sosial media.

Di era digitalisasi sekarang, masyarakat bisa menjadi produsen, distributor, dan resseler baik dibidang kuliner, elektronik, fashion, dan lain sebagainya dengan cara memanfaatkan E-Commerce digitalisasi seperti buka lapak, zalora, tokopedia, lazada, marketplace, gojek, grab, dan lain sebagainya.

UMKM merupakan salah satu ujung tombak pertumbuhan perekonomian yang dianggap mampu bertahan disaat krisis ekonomi dunia pada era reformasi. Secara empiris UMKM mampu membuktikan dimana saat priode krisis ekonomi (baik krisis ekonomi 1997-1998 maupun priode krisis 2008 lalu) yang telah menghancurkan perekonomian nasional. Banyak perusahaan besar tumbang dan melakukan PHK besar-besaran. Akan tetapi UMKM dengan fleksibilitasnya mampu bertahan dari terapan krisis global. Terbukti ketika krisis moneter, yang mampu bertahan pada saat itu adalah para pelaku UMKM yang tidak memiliki ketergantungan dengan bank atau investor lainnya.

Masyarakat saat ini sudah memiliki banyak opsi untuk bangkit dalam meningkatkan perekonomian mereka dan secara tidak langsung mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Negara. Oleh karena itu perkembangan pembangunan ekonomi di sektor UMKM saat ini harus tetap semangat dalam mengembangkan usahanya demi menjadi negara Indonesia yang maju. Potensi masyarakat juga harus beriringan dengan perkembangan UMKM di era digitalisasi saat ini agar harapan yang akan dicapai negara akan segera terwujud.

Penulis Merupakan Dosen Tetap Prodi Sosiologi Agama UIN Sumatera Utara Konsentrasi Dibidang Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan

Link Publikasi:
https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2021/06/11/136997/membangun_potensi_umkm_mengurangi_ketergantungan_negara/

Mudik Masyarakat Jaringan

Oleh Ahmed Fernanda Desky, M.Si.

PENYEBARAN virus Covid-19 masih menjadi trending sampai saat ini yang mengakibatkan banyaknya korban berjatuhan di berbagai negara. Berdasarkan laporan data terakhir dari WHO per tanggal 10 Mei 2021, terdapat 157.973.438 kasus positif Covid-19 di seluruh dunia dan sebanyak 3.288.455 dinyatakan meninggal. Tak hanya itu, pemerintah sudah menanggulangi wabah ini dengan memberikan vaksin kepada masyarakat agar dapat mengendalikan virus Covid-19. Berdasarkan data terakhir, sebanyak 1.206.243.409 dosis vaksin telah diberikan. Jika kita mengerucut pada kasus penyebaran Covid-19 di Indonesia, berdasarkan data Satgas Covid-19 terakhir terdapat 1.718.575 dinyatakan positif, 1.574.615 dinyatakan sembuh, dan 47.218 dinyatakan meninggal dunia.

Data di atas menunjukkan bahwa pandemi ini masih ada dikarenakan beberapa kenaikan kasus yang sangat signifikan dan potensi varian terbaru dari beberapa negara lain, seperti India, Argentina, Turki dan beberapa negara Eropa lainnya. Tak hanya itu, ada beberapa kasus Covid-19 yang merenggut nyawa. Mulai dari saudara, kerabat, bahkan publik figur Indonesia menjadi korban. Tak heran pemerintah sampai saat ini dengan gencarnya membuat peraturan dan regulasi dengan cara menjalankan penanganan kesehatan 3M dan 3T sampai memberikan vaksinasi.

Larangan Tradisi Mudik

Berbagai regulasi dikerahkan pemerintah dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 yang dimulai dari Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.8 Tahun 2021 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Mudik dan/atau Cuti bagi ASN. Surat Edaran Satgas No 13 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah. Kementerian Perhubungan juga menerbitkan Surat Edaran Menteri Perhubungan No.34 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idulfitri 1442 Hijriah.

Semua regulasi tersebut membuat ruang gerak masyarakat untuk bepergian ke luar kota menjadi terbatas, sehingga menimbulkan prokontra dalam menyambut hari raya Idulfitri. Banyak masyarakat yang kecewa kepada pemerintah dengan dilakukannya pemblokiran di jalur perbatasan provinsi sampai tingkat kabupaten/kota.

Adanya aturan tersebut membuat perekonomian masyarakat mati suri terkhusus bagi kendaraan angkutan umum. Terhitung mulai tanggal 6 s/d 17 Mei 2021 pemerintah dengan tegas melarang angkutan umum mengoperasionalkan kendaraanya. Apabila melanggar, maka akan disuruh putar balik bahkan apabila seseorang dinyatakan positif bisa sampai dikarantina selama 5 hari di posko tersebut lalu dikenakan denda sebesar Rp 300.000 per hari.

Beberapa kasus di media massa maupun media sosial, ada beberapa fenomena masyarakat yang berani menjebol pembatas jalan, seorang perempuan menangis karena sudah di PHK dan ingin pulang ke kampung halaman karena tidak sanggup hidup diperkotaan, pengguna jalan marah-marah kepada aparat kepolisian karena di suruh putar haluan yang menimbulkan kemacetan parah.

Fenomena ini menunjukkan masyarakat Indonesia menganggap Covid-19 bukan wabah yang sangat serius untuk ditakuti. Padahal virus ini sudah banyak mengancam kehidupan manusia. Masyarakat Indonesia masih fanatik dengan budaya dan tradisi tahunan yang sempat absen tahun lalu sehingga membuat beberapa masyarakat berani melanggar aturan, meskipun ada juga sebagian masyarakat yang sadar dan percaya adanya Covid-19.

Masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi mudik yang tidak bisa dilewatkan setiap tahunnya. Momen kebersamaan dimana dapat berkumpul dengan keluarga merupakan obat penawar rindu kepada orang tua dan keluarga besar yang jarang dirasakan setelah setahun tidak pulang kampung. Nuansa “kampung halaman” yang membuat masyarakat bernostalgia untuk menghilangkan kepenatan bekerja dan hingar bingar masalah di perkotaan seolah menjadikan momen tersebut tidak boleh terlewatkan.

Masyarakat Jaringan: Solusi Mudik Era Digitalisasi

Permasalahan yang terjadi saat ini tidak akan mengurangi kualitas ketatnya peraturan pemerintah sehingga masyarakat harus mematuhi aturan tersebut. Untuk meminimalisir kekecewaan masyarakat mengenai mudik, penulis memberikan solusi dengan menggunakan kajian sosiologis, sehingga masyarakat dapat menerima perubahan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Perubahan di era digitalisasi menjadi suatu keharusan masyarakat untuk mengikuti arus perkembangan teknologi saat ini. Perubahan tersebut telah mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam berinteraksi secara bebas tanpa harus melakukan kontak fisik. Singkatnya, kita telah memasuki tahap kehidupan masyarakat jaringan.

Manuel Castells mendefenisikan masyarakat jaringan merupakan suatu masyarakat yang dimana kunci dari struktur sosial dan segala aktivitasnya diatur oleh jaringan informasi yang diproses oleh alat elektronik. Jadi, ini bukan hanya tentang jaringan atau jejaring sosial saja. Melainkan tentang jaringan sosial yang memproses dan mengelola informasi dengan menggunakan mikro elektronik berbasis teknologi. Salah satu kontribusi terbaru teori sosial modern saat ini adalah sebuah trilogi yang ditulis oleh Manuel Castells yang berjudul “The Information Age: Economy, society, and Culture.” Ia melihat kemunculan masyarakat, kultur, dan ekonomi dari sudut pandang revolusi teknologi informasi (televisi, computer, dan sebagainya).

Castells menamakan ini sebagai paradigma teknologi informasi yang memiliki lima karakteristik dasar. Pertama, ini adalah teknologi yang bereaksi dari berdasarkan informasi. Kedua, karena informasi adalah bagian dari aktivitas manusia, teknologi-teknologi ini mempunyai efek pervasive. Ketiga, semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefenisikan oleh “logika jaringan” yang membuatnya bisa mempengaruhi berbagai proses dan organisasi. Keempat, teknologi baru sangatlah fleksibel membuatnya bisa beradaptasi dan berubah secara konstan. Kelima, teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi terpadu dengan sistem yang terintegrasi.

Masyarakat milenial saat ini tentu sudah tidak asing dengan sosial media. Segala bentuk informasi dapat diperoleh melalui sosial media. Oleh sebab itu solusi masyarakat untuk dapat bersilaturahmi dengan sanak keluarga juga seharusnya semakin fleksibel dan mudah dijangkau meski tidak berkontak fisik.

Ada beberapa aplikasi media social yang dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui internet. Misalnyanya saja aplikasi WhatsApp, Twitter, Facebook, Instagram, Telegram, Cisco Webex, Google Meet, Zoom Meeting dan lain sebagainya. Masyarakat bebas memilih dalam menggunakan aplikasinya juga tergantung kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan karena yang dibutuhkan hanyalah jaringan internet.

Pengaruh dari era digitalisasi ini membuat masyarakat jaringan memiliki beberapa perubahan. Pertama, jauh dari penyebaran virus Covid-19. Kedua, biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal. Ketiga, fleksibel apabila jaringan internet di lokasi mendukung. Keempat, muncul kebiasaan baru dalam berinteraksi. Kelima, silaturrahmi tetap terhubung kapan saja meski jarak memisahkan. Keenam, jika ingin bagi-bagi THR tinggal transfer via bank atau sejenisnya.

Di era digitalisasi ini masyarakat modern telah mengalami perrubahan menuju masyarakat jaringan. Harapannya masyarakat jaringan dapat bertahan dari berbagai masalah termasuk serangan pandemi Covid-19 ini. Disamping itu juga kita harus tetap mengontrol agar tidak terlena dengan dunia digitalisasi yang diperuntukkan pada kondisi tertentu saja. Semoga pandemi ini cepat berlalu dan kita akan berkumpul kembali dengan sanak keluarga di kampung halaman.

Penulis Merupakan Dosen Tetap Prodi Sosiologi Agama UIN Sumatera Utara Konsentrasi Dibidang Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan

Link Publikasi:
https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2021/05/12/135249/mudik_masyarakat_jaringan/